Sudah Dikenakan Pajak, Pemain Kripto Kini Mulai Waswas
Aspakrindo akan terus melakukan komunikasi kepada pemerintah untuk memberikan aturan yang didasarkan atas kepentingan bersama.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Transaksi perdagangan aset kripto di tanah air kini sudah dikenakan pajak.
Pemungutan pajak tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 30 Maret 2022 dan diundangkan pada hari yang sama.
Dengan demikian, para pemain aset kripto kini tak bisa bebas bertransaksi tanpa pungutan dari pemerintah lagi.
Baca juga: Tukar Menukar Aset Kripto Bakal Kena Pungutan PPh dan PPN, Berikut Alasan Ditjen Pajak
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) & COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan, saat ini pihaknya bersama para anggota di Aspakrindo masih melakukan pengkajian terhadap PMK tersebut.
Selain itu, Aspakrindo akan terus melakukan komunikasi kepada pemerintah untuk memberikan aturan yang didasarkan atas kepentingan bersama.
Dikhawatirkan pengenaan pajak ini bisa memberatkan investor dan pedagang sehingga kondisi industri aset kripto akan mengalami kemunduran.
Baca juga: PPATK Beberkan Sejumlah Modus Pencucian Uang dari Investasi Ilegal, Salah Satunya Aset Kripto
"Kami selaku pelaku industri aset kripto senantiasa ingin berkomunikasi bersama dengan pemerintah termasuk pelaksanaan aturan perpajakan ini agar bisa berasaskan keadilan.
Kami sebenarnya tidak pernah menolak, tapi berharap seharusnya semua pelaku industri dilibatkan. Jadi hasilnya bisa fair untuk semuanya," kata dia melalui keterangan tertulis, Jumat (8/4/2022).
Konsekuensi Perdagangan aset kripto di Indonesia akan mulai dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang akan berlaku mulai 1 Mei 2022.
Adapun tarif PPN yang dikenakan ialah 0,11 persen dari nilai transaksi kripto. Sementara itu, para penjual aset kripto atau exchanger dikenai PPh 22 final dengan tarif 0,1 persen dari nilai transaksi.
Bagi pedagang yang tak terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), tarif pajak yang dipungut berbeda yakni dua kali lipat dari pedagang yang berlisensi atau berarti 0,22 persen untuk PPN dan 0,2 persen sebagai PPh.
Baca juga: Tak Suka Kemewahan, Miliarder Kripto Ini Donasikan Hartanya, Simak Fakta-faktanya
Sebelumnya, Aspakrindo telah mengajukan skema PPh Final sebesar 0,05 persen.
Pada dasarnya bukan melihat dari sisi berapa besar nilai yang harus dikenakan pajak, tapi bagaimana agar regulasi ini bisa berkembang sehingga nilainya akan mengikuti perkembangan itu sendiri.
Ia berharap pemerintah bisa melakukan peninjauan ulang terkait ketentuan perpajakan bagi transaksi perdagangan aset kripto.
Dengan adanya peninjauan ulang ini, akan ada ruang dan waktu bagi industri serta kementerian guna mengkaji solusi yang terbaik terkait pajak aset kripto.
"Tentunya kami mengapresiasi sekali bahwa pemerintah akan selalu mendengarkan saran dan masukan dari pemain industri dan sebenarnya ini bisa dilakukan dengan koordinasi yang baik.
Peninjauan ulang ini juga baik untuk mengkaji penegakan pajak kripto yang terbaik itu seperti apa," jelasnya.
Diharapkan pemerintah melalui kebijakan peraturan pajak aset kripto yang berasaskan keadilan dan mendukung inovasi mampu mendorong daya saing industri aset kripto di Indonesia.
(Ade Miranti Karunia/Yoga Sukmana)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pedagang Kripto Waswas Transaksi Bitcoin dkk Kena Pajak"