Harga Bitcoin Ambles Parah ke Posisi 25.000 Dolar, Terendah Sejak 18 Bulan Terakhir
Harga Bitcoin sempat menyentuh US$ 25.117,75, posisi terendah sejak Desember 2020 lalu.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasar kripto makin merah pada Senin (13/6), dengan harga Bitcoin terjungkal ke level US$ 25.000, terendah sejak 18 bulan terakhir.
Mengacu data CoinMarketCap pada Senin pukul 12.32 WIB, harga Bitcoin ada di US$ 25.762,63 atau anjlok 5,86 % dalam 24 jam terakhir.
Harga Bitcoin sempat menyentuh US$ 25.117,75, posisi terendah sejak Desember 2020 lalu.
Harga Ethereum turun 5,90 % menjadi US$ 1.352,95, Solana merosot 8,9 % ke posisi US$ 28,66, dan Avalanche melorot 9,87 % jadi US$ 16,27.
Sementara harga mata uang berbasis meme, Dogecoin dan Shiba Inu masing-masing turun 6,98 % menjadi US$ 0,06027 dan 1,51 % ke US$ 0,000008294.
Kemerosotan harga Bitcoin dan mata uang kripto lainnya menggarisbawahi tingkat kewaspadaan risiko investor, yang semakin waspada terhadap aset berisiko.
Baca juga: Update Harga Kripto Senin, Bitcoin Anjlok ke Rp 393 Juta
"Altcoin (mata uang kripto alternatif) secara historis berkinerja buruk selama Bitcoin dalam fase bearish," kata Joe DiPasquale, CEO BitBull, kepada CoinDesk.
"Dan, saat ini mereka memiliki tekanan tambahan dari hambatan peraturan potensial, mengingat sifat penerbitannya, terutama melalui penjualan token dan semacamnya," ujarnya.
Baca juga: Konsumsi Listrik Meningkat, Pemerintah Washington Naikkan Pajak Penambang Bitcoin Sebesar 29 Persen
"Pasar kripto akan tetap sangat rapuh, seperti yang ditunjukkan oleh reaksi negatif terhadap angka inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan," sebut First Republic.
"Kami perkirakan, kerapuhan ini akan terus mengganggu pasar," imbuh First Republic dalam tinjauan mingguan untuk investor, seperti dikutip CoinDesk.
Pemasangan ATM Bitcoin Merosot
Pemasangan ATM Bitcoin di dunia sepanjang Mei 2022 mengalami penurunan drastis. Menurut data yang dihimpun Coin ATM Radar, pemasangan instalasi ATM Bitcoin turun sebanyak 89,75 persen.
Penurunan ini terpaut jauh dari pemasangan ATM Bitcoin tahun lalu, dimana saat itu jumlah pemasangan ATM mencapai lebih dari 1.971 instalasi. Penurunan ini sebenarnya sudah mulai terlihat sejak awal Januari lalu.
“Sejak Januari, instalasi ATM Bitcoin mengalami perlambatan bertahap, akhirnya turun 89,75 persen dari 1.971 instalasi baru pada Desember 2021,” jelas Coin ATM Radar.
Menurut Cointelegraph, penurunan ini terjadi akibat beberapa faktor diantaranya ketegangan geopolitik di seluruh dunia, aturan aset digital yang tidak jelas, jenuhnya investor pada pasar digital hingga adanya pandemi Covid-19 telah menurunkan antusias masyarakat untuk berinvestasi pada aset Bitcoin.
Hal inilah yang kemudian memicu perlambatan perkembangan instalasi ATM kripto di seluruh dunia selama 5 bulan terakhir.
Namun di awal Juni kemarin kepercayaan investor akan nilai Bitcoin kembali menguat, hingga membuat pemasangan ATM Bitcoin bangkit tembus mencapai 817 ATM hanya dalam sepekan.
Dengan Amerika Serikat sebagai negara yang paling banyak memasang instansi ATM Bitcoin, Coin ATM Radar mencatat jumlah ATM yang dipasang di AS telah mencapai 87,9 persen dari total 37.826 ATM kripto di seluruh dunia.
Disusul Eropa dengan total jaringan ATM Bitcoin 1.419 unit mewakili 3,8 persen dari instalasi ATM global.
Meski saat ini nilai Bitcoin masih naik turun, namun Coin ATM Radar percaya bahwa jaringan Bitcoin dapat unggul dari jaringan lainnya dalam mengamankan, mendesentralisasi, dan mempercepat aktivitas transaksi peer-to-peer.
Dipajaki Lebih Mahal
Di sisi lain, meningkatnya konsumsi listrik imbas dari munculnya lonjakan penambang kripto telah memaksa Pemerintah Amerika Serikat menaikkan tarif pajak sebesar 29 persen bagi para penambang bitcoin.
Kenaikan pajak ini dilakukan untuk menekan kerugian yang mendalam bagi Washington, lantaran selama beberapa tahun terakhir konsumsi listrik di negara bagian Amerika Serikat (AS) itu terus mengalami peningkatan tajam.
News Radio 560 KPQ Douglas Count menyebut total konsumsi listrik penambang bitcoin telah memakan lebih dari 25 persen energi listrik yang disediakan oleh pemerintah Washington.
“Perusahaan pertambangan kripto harus membayar tarif yang lebih tinggi daripada semua pelanggan karena konsumsi listrik mereka jauh lebih tinggi dari tarif standar,” ujar isi UU pajak Washington yang dinamai “Tarif 36”.
Rencana kenaikan pajak untuk para penambang sebenarnya telah lama direncanakan oleh pemerintah Washington, tepatnya pada awal tahun 2022 lalu.
Namun karena Washington perlu mengkaji dan mempersiapkan aturan tersebut, sehingga peraturan pajak baru bisa terlaksana pada awal bulan ini.
Dikutip dari Cryptopotato, aktivitas penambangan bitcoin di Washington dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan, lonjakan penambang yang kian pesat bahkan telah membuat negara bagian AS ini dijuluki sebagai rumah bagi para penambang kripto AS.
Berbagai cara sebelumnya telah dilakukan Washington untuk menekan pertumbuhan para penambang, salah satunya dengan menindak aktivitas penambangan cryptocurrency ilegal seperti yang dilakukan distrik utilitas publik (PUD) Kabupaten Chelan.
Namun sayangnya langkah tersebut belum cukup mampu memukul mundur para penambang bitcoin.
Washington kemudian kembali meluncurkan aturan pajak bagi para penambang, meski aturan tersebut mendapat banyak penolakan dari penambang dan investor kripto.
Namun dengan cara ini Washington berharap agar negaranya tak kembali merugi.
Laporan Reporter: SS. Kurniawan | Sebagian artikel ini bersumber dari: Kontan