Shiba Inu Menguat di Atas 13 Persen saat Bitcoin Ambruk di Pasar Kripto
Dalam satu minggu terakhir nilai mata uang kripto Shiba Inu terpantau menguat diatas 13 persen.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Tren bear market yang tengah menimpa pasar kripto, tampaknya tak memberikan dampak apapun bagi pergerakan token Shiba Inu. Dalam satu minggu terakhir nilai mata uang kripto ini justru terpantau menguat diatas 13 persen.
Melansir data dari Coinmarketcap, nilai token Shib di perdagangan Kamis pagi (23/6/2022) telah melonjak sebanyak 13,17 persen ke harga 0.000009922 dolar AS, meningkat dari hari sebelumnya dimana Rabu (22/6/2022) Shiba hanya mematok 0,0000074 dolar AS.
Kebangkitan ini mulai terlihat setelah kapitalisasi dan likuiditas dari koin meme Shiba terus stabil di level terendah. Hal ini lantas memicu adanya peningkatan aktivitas pembakaran rutin pada token Shiba, hingga membuat para investor mulai melirik dan tertarik untuk mengadopsi uang digital satu ini.
Baca juga: Konsumsi Listrik Meningkat, Iran Putus 118 Jaringan Operator Pertambangan Bitcoin
Meski tak naik signifikan, namun berkat lompatan tersebut Shiba menjadi salah satu token kripto yang bullish dengan keuntungan maksimum 48 persen. Bahkan rebound Shiba dalam tujuh hari terakhir mampu mengalahkan pergerakan harga token kripto lainnya termasuk Bitcoin.
"Sentimen semacam ini mengembalikan kepercayaan pada spekulan, yang karena tidak adanya utilitas, SHIB menarik spekulasi," tambah Ayllon manajer produk di dHEDGE.
Melonjaknya pergerakan harga Shiba justru berbanding terbalik dengan Bitcoin yang jatuh ke level terendah selama beberapa hari terakhir. Dalam sepekan Bitcoin telah mengalami penurunan 9,89 persen hingga membuat harga token kripto ini jatuh di angka 20.306 dolar AS.
Baca juga: Investor Pemula, Ini Pentingnya Menggunakan Uang Dingin Saat Investasi Bitcoin
Kepala Investasi Absolute Strategy Research, menyebut bahwa turunnya nilai bitcoin terjadi imbas langkah ekstrem The Fed yang mengerek suku bunga negaranya sebanyak 75 basis poin.
Ketatnya kebijakan tersebut yang kemudian membuat para investor ramai melakukan aksi jual masal demi menghindari kerugian, hingga membuat nilai Bitcoin turun sekitar 80 persen, menjadi kemunduran terparah sepanjang masa yang pernah dialami Bitcoin.
“Bitcoin anjlok mendekati 3.000 dolar AS setelah mencapai puncaknya hampir 20.000 dolar AS pada akhir 2017 silam. Penurunan seperti itu akan terus terjadi di tahun 2022 hingga membawa Anda kembali ke level terendah sekitar 13.000,” ujar Ian Harnett, kepala investasi Absolute Strategy Research.
Runtuhnya Bitcoin sayangnya telah memantik penurunan aset cryptocurrency lainnya. Bahkan dalam dua minggu terakhir pasar cryptocurrency telah anjlok hingga 350 miliar dolar AS.
Belum diketahui kapan pasar kripto akan mulai bullish seperti sedia kala, namun Harnett meyakini penurunan nilai uang digital akan terus berlanjut mengingat saat ini kondisi keuangan di industri besar seperti Celcius dan Three Arrows Capital terus mengalami kemunduran.