Bank Silicon Valley di Amerika Bangkrut, Pasar Saham Indonesia Kena Getahnya
Dosen dan praktisi pasar modal Lanjar Nafi menyayangkan di akhir pekan ini, lagi-lagi sentimen positif domestik terhempas oleh sentimen global.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dosen dan praktisi pasar modal Lanjar Nafi menyayangkan di akhir pekan ini, lagi-lagi sentimen positif domestik terhempas oleh sentimen global.
Apalagi kalau bukan mengenai risiko likuiditas perbankan Amerika Serikat (AS) yang kembali dibicarakan setelah Silicon Valley Bank yang gencar membiayai perusahaan start-up alami kondisi keuangan yang buruk hingga bangkrut.
"Ini membuat aksi jual besar-besaran terjadi oleh investor. Hal tersebut tentu menurunkan keyakinan investor akan dampak kenaikan suku bunga AS yang tinggi terhadap ekonomi AS," ujar Lanjar dalam risetnya kepada Tribunnews.com, Minggu (12/3/2023).
Baca juga: Masyarakat Mulai Pulih, Pertamina Patra Niaga Siapkan Kontrakan Bagi yang Rumahnya Rusak
Dia menjelaskan, padahal sentimen dari dalam negeri cenderung positif seperti optimisme konsumen tetap kuat pada survey kepercayaan konsumen bulan Februari 2023.
Kemudian, cadangan devisa meningkat dinilai mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan reformasi harga acuan batu bara yang menguntungkan emiten sektor energi.
"Selain itu, emiten berlomba-lomba lakukan pembagian dividen lebih besar dibanding periode sebelumnya," katanya.
Lanjar menambahkan, pasar saham Indonesia turun pada perdagangan akhir pekan ini mengiringi pelemahan mayoritas pasar saham Asia.
"IHSG turun 0,51 persen dan Indeks LQ45 turun lebih dalam sebesar 0,61 persen kelevel 937,14 dengan saham perbankan dan teknologi menjadi kontributor pelemahan," pungkasnya.