APLE Tolak Larangan Perdagangan Barang Impor di Bawah Rp 1,5 Juta di e-Commerce
Kalangan pengusaha e-commerce menolak penerapan larangan penjualan barang impor harga di bawah Rp1,5 juta di toko online.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan pengusaha e-commerce menolak penerapan larangan penjualan barang impor harga di bawah Rp1,5 juta di toko online.
Aturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 segera direvisi dan akan melarang perdagangan barang impor dengan harga di bawah Rp 1,5 juta di toko online.
Dikutip dari Wartakota.id, Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE), Sonny Harsono, menilai kebijakan baru ini tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan.
Baca juga: Kemendag Musnahkan Barang Impor Tanpa Dokumen Lengkap Senilai Rp 13,31 Miliar
"Sebagai contoh, jika pemerintah menghentikan impor barang-barang seperti aksesoris ponsel dan atau elektronik yang tidak diproduksi di dalam negeri, justru menimbulkan risiko terjadinya kegiatan impor ilegal," ungkap Sonny dalam siaran tertulis pada Rabu (2/8/2023).
"Sebab secara prinsip ekonomi, jika permintaan masih ada, penawaran pun akan berlangsung," tambahnya.
Kondisi ini, lanjutnya, sudah tergambar pada platform e-commerce lokal yang menunjukkan sebagian besar barang impor ditawarkan oleh penjual non-importir.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa platform yang memfasilitasi transaksi cross-border semacam ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, melainkan di berbagai negara.
Namun demikian, di negara-negara lain berlaku pula kebijakan yang sama, yaitu berupa pengenaan pajak pada harga tertentu, bukan pelarangan di bawah harga tertentu.
APLE juga menyebut ada platform besar yang melakukan transaksi ekspor cross-border UMKM ke enam negara dengan volume melebihi angka impor.
"Artinya, transaksi ini sesungguhnya meningkatkan current account, atau selisih antara ekspor dan impor di suatu negara," ungkap Sonny.
Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Musnahkan Barang Impor Ilegal Senilai Rp11 Miliar
Oleh karena itu, penutupan keran transaksi impor lintas negara tersebut katanya akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM apabila platform belanja menghentikan semua transaksi cross-border ke Indonesia.
Sebab dijelaskannya, proses impor cross-border ke Indonesia dewasa ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Dari sisi proses, impor dilakukan seratus persen secara digital dan terotomatisasi, terlebih bea cukai sudah mengaplikasikan e-catalog agar pendapatan negara yang berasal dari bea masuk (BM), pajak pertambahan nilai (PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh) yang besar dapat dipastikan sesuai.
"Oleh karena itu, APLE berharap pemerintah tetap memberikan dukungan bagi platform belanja untuk menjalankan transaksi cross-border," jelasnya.
Baca juga: Saat Jokowi Jengkel di Depan Menterinya soal Barang Impor, Tepuk Tangan pun Dilarang
Sebab, platform yang tidak melakukan transaksi cross- border justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM tersebut lantaran masih ada barang eks-impor di sana yang memang boleh diperjualbelikan tanpa harus memenuhi kewajiban pemberian keterangan asal barang.
"Tentu hal semacam ini malah merugikan negara, karena barang-barang eks-impor ini tidak dikenai pajak," imbuhnya.
Terkait hal tersebut, APLE pun mengajukan empat solusi terhadap persoalan ini.
Pertama, pemerintah diharapkan mewajibkan platform pelaku transaksi impor cross-border untuk memfasilitasi ekspor lintas negara, dengan volume yang lebih tinggi.
Pemberian insentif bagi platform yang sudah menjalankan hal tersebut juga penting. Insentif dapat diberikan melalui dukungan layanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta instansi lain yang terkait.
Kedua, pemerintah meningkatkan besaran komponen biaya impor berupa peningkatan bea masuk dari 7,5 persen menjadi 10 persen ditambah PPN 10 persen dan PPh.
"Dengan demikian, harga barang impor pun tidak terlalu murah, dan barang dalam negeri bisa semakin bersaing," jelas Sonny.
Ketiga, pemerintah melakukan screening atau penyaringan terhadap e-commerce lokal yang tidak melakukan transaksi cross-border.
Tujuannya, agar setiap barang yang dijual telah dilengkapi bukti importasi.
Sebut saja barang-barang elektronik lain dan aksesorisnya (casing serta charger ponsel), kosmetik, obat-obatan maupun suplemen dan vitamin.
Kemungkinan besar, barang-barang yang berasal dari kegiatan impor tersebut akan sulit untuk diawasi, apakah barang yang dijual tersebut telah memenuhi formalitas kepabeanan, dengan membayar bea masuk/ pajak sesuai dengan jenis dan nilai barangnya.
Sebagai dampaknya, negara kehilangan potensi pendapatan dari pajak.
"Keempat, pemerintah sebaiknya melakukan kunjungan ke kampus-kampus UMKM yang diprakarsai oleh platform, untuk menjelaskan secara mendalam benefit dari transaksi ekspor cross-border bagi pelaku UMKM di tanah air," tutupnya. (Dwi Rizki)
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Kebijakan Soal Larangan Importir Jual Barang di Bawah Rp 1,5 Juta di Markerplace Ditolak Pengusaha,
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.