Ketua Umum Kadin Sebut Amerika Berminat Investasi Baterai Mobil Listrik di Indonesia
Menurut Arsjad Rasjid, banyak perusahaan besar AS maupun UMKM Amerika Serikat yang tertarik melakukan investasi bisnis di Indonesia
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Arsjad Rasjid mengatakan pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) khusus ASEAN-AS menghasilkan sinergi yang baik antara Indonesia AS.
Menurut Arsjad Rasjid, banyak perusahaan besar AS maupun UMKM Amerika Serikat yang tertarik melakukan investasi bisnis di Indonesia.
"Amerika Serikat juga memberikan berkomitmen senilai 150 juta dolar AS untuk pengembangan di ASEAN," tutur Arsjad dalam keterangan resmi, Senin (16/5/2022).
Baca juga: Wujudkan Transportasi Ramah Lingkungan, Madrid Pesan 60 Bus Listrik Solaris
Kadin juga mencatat minat investasi sektor pertambangan misalnya nikel diminati. Hal ini sejalan dengan agenda pertemuan Presiden Jokowi dengan CEO Tesla Elon Musk di markas SpaceX akhir pekan kemarin.
"Investasi baterai dan industri obat-obatan banyak didiskusikan termasuk transisi energi, kesehatan, dan ekonomi digital," ucap Arsjad.
Menurutnya, saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang sudah masuk dan akan masuk untuk membangun data center terkait transfer teknologi.
Indonesia memegang peran kritikal dalam mempererat kerjasama ekonomi internasional melalui Presidensi G20 2022.
Kadin Indonesia sebagai penyelenggara Business Forum B20 mengajak seluruh negara anggota G20 untuk ikut dalam perumusan, pemulihan serta penguatan ekonomi global.
"Dengan populasi 1/3 dari total populasi ASEAN, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi katalisator pemulihan ekonomi global dalam memajukan negara-negara berkembang di tengah krisis global," tutur Arsjad.
Antisipasi Krisis Global
Konflik geopolitik Rusia dan Ukraina mengakibatkan munculnya krisis global di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Baca juga: Saingi Tesla, Volkswagen Siap Memproduksi 800.000 Mobil Listrik Tahun Ini
Gejolak politik internasional ini telah berimbas dan menyebabkan terjadinya krisis pangan global.
Hal ini merupakan ancaman yang lebih berat bagi dunia saat ini.
Kelangkaan beberapa komoditas bahan pangan seperti kedelai dan gandum, berkurangnya pasokan dan produksi bahan pangan di beberapa negara akibat kemarau panjang.
Ditambah lagi dengan kelangkaan pasokan minyak akibat perang, menyebabkan inflasi global yang ditandai dengan kenaikan harga barang dan jasa secara umum.
Inflasi yang tinggi dapat melemahkan daya beli masyarakat dan dampaknya paling dirasakan oleh masyarakat yang kurang mampu dan berpotensi menyebabkan krisis sosial.
Kondisi ini memicu terjadinya resiko peningkatan angka kemiskinan dan kesenjangan sosial yang semakin melebar.
“Kadin Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah dalam upaya pencegahan dan meminimalisir krisis pangan, sehingga tidak berdampak menjadi krisis sosial, yang kemudian bisa menjadi krisis politik dalam negeri,” kata Arsjad.
Arsjad menambahkan, pihaknya mendukung langkah penguatan ketahanan pangan Indonesia terutama di sektor pertanian.
Walaupun dampak inflasi di Indonesia relatif kecil dibanding dengan inflasi global dan di negara lain, Indonesia harus bersiap diri dan mengantisipasi terhadap imbas inflasi global.
"Dibutuhkan gotong royong, dialog sosial dan kerjasama antara berbagai pihak termasuk pemerintah, pelaku usaha, buruh untuk menghadapi tantangan krisis ini," pungkasnya. (Tribun Network/Reynas Abdila)