Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Otomotif

Udara Jakarta Tak Sehat, Kendaraan Bermotor Penyebabnya

Tingginya volume kendaraan bermotor di kota besar mengakibatkan Index Standar Pencemar Udara (ISPU) atau Pollutant Standard Index

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Udara Jakarta Tak Sehat, Kendaraan Bermotor Penyebabnya
WARTAKOTA/Henry Lopulalan
Suasan kemacetan lalulintas jam bubaran perkantoran di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan. Sumber pencemaran udara di Jakarta utamanya disebabkan gas buang kendaraan bermotor. 

"Masyarakat diharapkan dapat menjalankan aktivitasnya dengan bijak agar kualitas udara tetap terjaga dengan baik," tukas Sigit.

Dibandingkan saat kebijakan Pembatas Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan kualitas udara DKI Jakarta relatif bersih.

Data Ditjen PPKL-Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara (PPU), pemantauan kualitas udara ambien secara otomatis atau biasa disebut AQMS (Air Quality Monitoring System) bahwa PSBB menyebabkan berkurangnya aktivitas sehingga semakin berkurang juga polusi udara yang dikeluarkan.

Sementara Juru Kampanye Iklim dan Energi Green Indonesia Bondan Andriyanu mencatat udara ambien jakarta pada tahun 2021 berstatus tercemar.

Menurutnya, perlu evaluasi efektivitas kegiatan uji emisi terhadap kualitas udara ambien yang belum dapat dituntaskan.

Itu karena asap knalpot kendaraan menjadi sumber polusi udara di mana musim kemarau lebih tinggi persentase emisi yang dikeluarkan yakni 42-57 persen.

"Segera lakukan langkah nyata pengendalian sumber pencemaran udara demi melindungi kelompok rentan, agar tidak terjadi lebih banyak lagi kerugian ekonomi akibat polusi udara," urai Bondan.

Berita Rekomendasi

Bondan menyarankan pemerintah menggunakan berbagai kajian akademis yang sudah ada sebagai dasar untuk bertindak dan memiliki urgensi tinggi untuk mengendalikan sumber pencemaran udara.

Pengaruh Populasi Manusia

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dalam kegiatan Pengukuhan Profesor Kehormatan mengatakan pertumbuhan populasi manusia menjadi faktor penting perubahan iklim.

Menurutnya, iklim berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan lingkungan dan manusia dengan hutan.

"Pada saat populasi manusia masih sedikit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi lingkungan dan hutan, maka lingkungan menjadi lebih mudah pulih karena tingkat gangguannya minim," ucap Siti.

Kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, kala itu dilakukan tradisional, sedangkan perubahan kondisi hutan terjadi saat pertumbuhan populasi mulai meningkat.

"Kebutuhan lahan untuk pemukiman semakin besar ketika kebutuhan pemukiman dan kebutuhan sumber daya alam meningkat, diperlukan tata kelola SDA untuk menjawab tantangan agar dapat ditangani secara berkesinambungan," papar Menteri LHK.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas