Kenang Wafatnya Chairil Anwar, 28 April Diperingati Sebagai Hari Puisi Nasional Indonesia
Peringatan Hari Puisi Nasional Indonesia setiap 28 April sebagai momen mengenang wafatnya penyair Chairil Anwar yakni 28 April 1949, berikut profilnya
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Peringatan Hari Puisi Nasional Indonesia setiap 28 April ini, sekaligus dimaksudkan untuk mengenang wafatnya penyair Chairil Anwar yakni 28 April 1949.
Kini tepat 72 tahun, penyair Chairil Anwar dikabarkan meninggal dunia.
Dikutip dari Kompas.com pada Rabu (27/4/2021), hadirnya Chairil Anwar sangat berpengaruh dalam revolusi kesusateraan Indonesia.
Chairil Anwar punya pandangan tersendiri tentang seni.
Dirinya menghendaki akan pembaharuan atas Angkatan Pujangga Baru, yakni angkatan 45 yang dianggap tidak lagi sesuai lagi dengan situasi zamannya.
Perubahan yang dimaksud yakni perubahan bagi generasinya yang kala itu merupakan generasi sesudah perang.
Baca juga: Bedah Buku Chairil Semarakkan Bulan Bahasa dan Sastra 2019
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah 28 April 1949, Penyair Chairil Anwar Meninggal Dunia
Pada saat itu, bangsa Indonesia sedang di bawah kekuasaan Jepang yang tidak memberikan kebebasan berpikir dalam seni dan budaya.
Tetapi justru saat itulah Chairil Anwar membuat suatu revolusi.
Sehingga sajak-sajak Chairil Anwar memberi nafas baru bagi kesusasteraan Indonesia.
Bagi Chairil, kaidah penciptaan karya satra yang sudah ada sebelumnya dianggap cenderung mendayu-dayu.
Sehingga, Chairul mendobrak ukuran, batas dan ikatan lama dalam penciptaan sebuah karya sastra.
Chairil Anwar mengembangkan corak dan iklim baru dalam dunia kesusastraan.
Ia membawa aliran baru yang disebut ekspresionisme, yakni suatu aliran seni yang menghendaki kedekatan pada sumber asal pikiran dan keinsyafan.
Baca juga: 7 Sastrawan Terima Anugerah Sastera Rancage 2021
Bagi bangsa Indonesia, Chairil Anwar bukanlah suatu nama yang asing, terutama bagi sastrawan-sastrawan, guru-guru, pelajar maupun mahasiswa.
Hal itu karena Chairil Anwar telah berhasil mengadakan pembaharuan dalam kesusasteraan terutama dalam puisi, sesudah Pujangga Baru.
Mempelopori Angkatan 45, Chairil Anwar melakukan pembaharuan yang meliputi penggunaan bahasa, pandangan hidup, dan sikap hidup.
Lebih dalamnya, pembaharuan itu menuntut kebebasan pribadi, individualisme untuk dapat berpikir lebih kritis dan dinamis.
Chairil Anwar mengatakan, penamaan Angkatan 45 dimaksudkan dapat berdiri sendiri, menjalankan dengan tabah dan berani nasibnya sendiri, menjadi pernyataan revolusioner.
Chairil Anwar tak ingin bersifat sentimentil dan merendahkan diri secara berlebihan dalam menghadapi setiap persoalan.
Dirinya ingin menjadi manusia wajar, merdeka mengeluarkan pendapat sendiri dan duduk sama rendah dengan sesama manusia di dunia ini.
Baca juga: Karya Sastranya Terkenal, Sapardi Djoko Damono Tak Pernah Paksa Anaknya Jadi Sastrawan
Profil Chairul Anwar
Chairil Anwar lahir pada 26 Juli 1922 di Medan dari pasangan Tulus dan Saleha.
Chairil Anwar dilahirkan di tengah-tengah keluarga Minangkabau yang taat beragama.
Sehingga, dia merasa terkekang.
Hal itu turut mempengaruhi kehidupannya dan juga karya-karyanya.
Mula-mula Chairil Anwar sekolah di Hollandsch lnlandsche School (H.l.S) dan kemudian melanjutkan ke MULO di Medan.
Tetapi baru sampai kelas dua, ia keluar dan pergi merantau ke Jakarta (dulu: Batavia).
Salah satu karya Chairil Anwar yang terkenal adalah sajak Aku.
Dikutip dari TribunnewsWiki.com, Rabu (28/4/2021), Chairil dikabarkan meninggal dunia saat usianya belum genap 27 tahun.
Tidak diketahui secara pasti penyebab kematiannya.
Namun ada beberapa versi yang mengatakan dirinya mengidap penyakit TBC.
Chairil Anwar kemudian dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Jakarta.
Atas jasa-jasanya sebagai pelopor Angkatan 45, Pemerintah Republik Indonesia memberikan suatu Anugerah Seni kepada Chairil Anwa
Dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,12 Agustus 1969, No. 071I1969.
Anugerah Seni tersebut diterimakan kepada puteri Chairil satu-satunya yaitu Evawani Alissa.
Kemudian hari wafatnya Chairil Anwar ditetapkan sebagai Hari Puisi Nasional.
Sebelumnya, disaat-saat terakhir, Chairul sempat mengigau saat panas tinggi dengan menyebut "Tuhanku, Tuhanku..."
Meski tak sempat memberi judul, sebuah sajak terselesaikan menjelang kematiannya.
Berikut sajaknya:
Cemara menderai sampai jauh,
terasa hari akan jadi malam,
ada beberapa dahan disingkap merapuh,
dipikul angin yang terpendam,
aku sekarang orangnya bisa tahan,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
tapi dulu memang ada suatu bahan,
yang bukan dasar perhitungan kini.
hidup hanya menunda kekalahan,
tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan,
sebelum pada akhirnya kita menyerah.
(Tribunnews.com/Galuh) (Tribunnewswiki/Widi Pradana Riswan Hermawan)