Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pentingnya Melibatkan Perempuan dalam Pemanfaatan Transisi Energi Baru dan Terbarukan

Perempuan dapat menjadi agen perubahan untuk mendukung transisi energi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan.

Penulis: Yussy Maulia
Editor: Wandha Nur Hidayat
zoom-in Pentingnya Melibatkan Perempuan dalam Pemanfaatan Transisi Energi Baru dan Terbarukan
Transisi EBT menjadi salah satu isu utama dalam forum G20. 

Parapuan.co – Keterlibatan perempuan dalam mendukung percepatan transisi energi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi salah satu pembahasan utama yang disorot dalam forum Energy Transitions Working Group (ETWG) G20.

Seperti diketahui, perempuan memiliki potensi dan pengalaman dalam mengelola sumber daya energi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, mulai dari memasak, menyalakan perangkat elektronik, hingga menghidupkan pompa air.

Kondisi tersebut juga menempatkan perempuan sebagai pihak yang memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengambil keputusan terkait penggunaan energi bersih di lingkup rumah tangga.

Chairman of ETWG Yudo Dwinanda Priaadi menegaskan, pengembangan EBT di Indonesia perlu dibarengi dengan konsep pendekatan gender equality, disabilityand social inclusion (GEDSI).

Baca Juga: Mengenal Ira Novianti, Chair of B20 WiBAC yang Perjuangkan Kesetaraan Gender di Unilever Indonesia

Hal itu dia sampaikan saat melakukan konferensi pers dalam forum The 3rd Energy Transitions Working Group (ETWG), di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua Bali, Kamis (1/9/2022).

Berita Rekomendasi

“Transisi energi dilakukan secara berkeadilan dengan mempertimbangkan keterjangkauan harga, inklusivitas jenis energi dan teknologi, serta memastikan memberikan manfaat bagi semua kelompok masyarakat yang terdampak,” ungkap Yudo, dikutip dari laman g20.org.

Sebagai contoh, dalam mengembangkan EBT di daerah pedesaan, pemerintah dapat menggandeng dan mengedukasi kelompok dan organisasi perempuan terkait penggunaan EBT di lingkup rumah tangga, baik dari segi manfaat maupun efisiensi biaya.

“Kita ambil contoh teknologi panel surya dalam transisi energi fosil menjadi energi terbarukan. Transisi (energi) ke panel surya membutuhkan teknologi baru, (seperti) baterai lithium. Pihak yang paling rentan terdampak dari semua proses transisi ini adalah perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya sehingga membutuhkan pendekatan GEDSI dalam prosesnya,” ujar Yudo dalam kesempatan terpisah.

Baca Juga: Jadi Salah Satu Agen Pemulihan Ekonomi, Penguasaan Skill Digital Diperlukan Perempuan

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pernah mengungkapkan bahwa potensi EBT yang dimiliki Indonesia mencapai 3.686 gigawatt (GW). Potensi EBT tersebut berasal dari tenaga surya, air atau hidro, bioenergy, angin, panas bumi (geothermal), dan gelombang laut.

Dengan peran dan keterlibatan perempuan dalam transisi energi, diharapkan Indonesia dapat mencapai target penggunaan EBT sebesar 23 persen pada 2025.

Tingkatkan partisipasi perempuan di sektor energi

Upaya percepatan transisi EBT juga dapat dilakukan dengan melibatkan lebih banyak perempuan untuk berpartisipasi di bidang pekerjaan yang berkaitan dengan sektor energi.

Sayangnya, data Badan Pusat Statistik pada 2020 menunjukkan bahwa hanya 29 persen perempuan yang memiliki ijazah pendidikan tinggi di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM). Sedangkan jumlah laki-laki dengan latar pendidikan di bidang yang sama mencapai 34 persen.

Baca Juga: Transformasi Digital Tingkatkan Inklusi Keuangan dan Partisipasi Perempuan dalam Ekonomi

Menurut Komisi Perempuan Indonesia, hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, pemangku kepentingan cenderung memandang perempuan sebagai konsumen energi saja sehingga perempuan kurang memiliki kesempatan untuk bekerja di bidang STEM.

Kedua, mayoritas perempuan tidak berminat bekerja di bidang teknik. Salah satunya disebabkan oleh stigma bahwa pekerjaan yang berkaitan dengan teknik dan energi adalah pekerjaan yang “keras” dan hanya bisa dilakukan oleh laki-laki.

Padahal, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga meyakini, perempuan adalah “pahlawan hijau” yang dapat berperan aktif menciptakan sumber energi alternatif yang lebih aman dan terjangkau.

Pandangan itu dia sampaikan dalam webinar Transisi Energi dan Perempuan Pedesaan, Kamis (17/3/2022). Webinar tersebut merupakan bagian dari side event Commission on the Status of Women (CSW) ke-66 G20 Indonesia.

Baca Juga: Perkuat Kesehatan Global untuk Hadapi Masa Depan, Ini Langkah yang Dibahas Forum G20

“Ke depan, kita harus bekerja sama untuk mendorong kepemimpinan perempuan di sektor energi terbarukan dengan meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, khususnya di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika, (serta) menciptakan tempat kerja yang ramah perempuan,” kata Bintang, dikutip dari laman resmi kemenpppa.go.id.

Selain itu, Bintang juga menegaskan, pihaknya akan memastikan bahwa kebijakan dan aksi terkait transisi energi benar-benar melibatkan perempuan dan anak perempuan.

“Indonesia saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan. Dalam penyusunannya, kami akan melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa isu-isu gender juga diakomodasi ke dalam rancangan tersebut,” kata Bintang.

Bintang juga memastikan bahwa RUU Energi Terbarukan masuk dalam daftar prioritas legislatif nasional dan ditargetkan untuk segera disahkan pada 2022.

Sumber: Parapuan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas