Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Suara Para Suami yang Istrinya Bisa Cuti Enam Bulan Usai Melahirkan

Ibu masih mengalami keterbatasan fisik dan butuh mendapatkan dukungan. Suami juga harus menemani usai istri melahirkan.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: willy Widianto
zoom-in Ini Suara Para Suami yang Istrinya Bisa Cuti Enam Bulan Usai Melahirkan
TRIBUNNEWS.COM/Akbar Permana
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (RUU KIA) menjadi undang-undang (UU), Selasa (4/6) lalu. Di dalam UU ini ibu pekerja berhak memperoleh cuti melahirkan paling singkat 3 bulan. Namun, dalam kondisi khusus, ibu pekerja berhak mengambil cuti paling lama 6 bulan. Pada aturan serupa, seorang suami atau keluarga wajib mendampingi istri yang melahirkan. 

Namun, Faqih mengaku punya kekhawatiran tersendiri dari aturan ini. Dikhawatirkan aturan ini malah mendorong sebagian perusahaan membuat aturan yang menyulitkan perempuan untuk bekerja.

"Bahkan mungkin, (jika) pemerintah tidak tegas pada perusahaan, bisa saja ada yang memainkan aturan tersebut. Misalnya, ada aturan tidak boleh menikah, ada batasan usia tertentu, menunda kehamilan dan lainnya," ucap Faqih.

Hal ini tentu membuat perempuan semakin sulit mencari pekerjaan ke depannya. Sehingga Faqih berharap pemerintah membuat aturan lain untuk mengatasi kekhawatiran tersebut.

"Seperti batas usia, minimal lamaran kerja termasuk pada perempuan. Jangan dilarang untuk hamil atau dibatasi," kata Faqih.

Baca juga: Kapan Cuti Melahirkan 6 Bulan Berlaku? Ini Penjelasan Komisi VIII DPR

Berbeda dengan Faqih, Ferizco seorang tenaga pengajar di sebuah sekolah di Jakarta punya pandangan berbeda. Menurutnya jatah cuti maksimal 5 hari untuk suami sudah cukup.

"Tentunya kalau suami dikasih jatah cuti 5 juga sebenarnya cukup sih. Apa lagi kondisi psikologis istri itu emang perlu didampingi suami pasca melahirkan supaya bisa menguatkan dan menenangkan," kata Ferizco.

Namun ia menyarankan ada tiga hari tambahan sebelum ibu melahirkan.
Di sisi lain, Ferizco juga memiliki kekhawatiran yang serupa dengan Faqih soal penambahan waktu cuti 6 bulan untuk ibu melahirkan

Berita Rekomendasi

"Tapi khawatirnya yaitu perusahaan jadi makin selektif buat rekrutmen pekerja perempuan. Karena khawatir dianggap bisa 'libur' kerja terlalu lama tapi tetep harus dikasih Take Home Pay (THP)," tutur Ferizco.

Akibatnya lowongan pekerjaan bagi perempuan jadi lebih sulit. "Tapi di sini seharusnya peran pemerintah, supaya punya kebijakan yang tetap berpihak kepada keadilan," tutupnya.

Baca juga: UU KIA Disahkan: Pemberi Kerja Dilarang Pecat Ibu Cuti Melahirkan dan Wajib Bayar Upah Penuh

Kementerian Ketenagakerjaan menyambut baik persetujuan DPR RI atas Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang. UU KIA tersebut diyakini akan semakin meningkatkan pelindungan dan kesejahteraan bagi pekerja/buruh.

“Pengesahan RUU KIA menjadi udang-undang merupakan wujud konkret dari komitmen DPR dan Pemerintah untuk menyejahterakan ibu dan anak menuju Indonesia Emas,” kata Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri.

Putri mengatakan, Kemnaker merupakan salah satu bagian dari kementerian yang terlibat dalam pembahasan RUU KIA selain KPPPA, Kemensos, Kemendagri, dan Kemenkumham.

Melalui keterlibatannya, Kemnaker memastikan bahwa pengaturan-pengaturan dalam RUU KIA tidak bertentangan dengan aturan-aturan ketenagakerjaan lainnya, baik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), maupun Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).

Baca juga: Disdik Kota Bogor Jawab Terkait Viral Guru SD Dimintai Uang dan Potong Gaji Saat Cuti Melahirkan

“Kami telah memastikan bahwa apa yang diatur dalam UU KIA tersebut terutama yang kaitannya dengan ibu yang bekerja yang melahirkan, menyusui, dan keguguran serta pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan atau keguguran, tidak bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas