Pemilu Serentak Bisa Mencegah Adanya Politisi 'Kutu Loncat'
Efek positif pemilu serentak mampu meminimalisir politik transaksional yang biasa terjadi dalam pemilu sebelumnya.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilu legislatif dan presiden bakal dilaksanakan pada 2019 membuka harapan baru menyusul putusan Mahkamah Konstitusi. Efek positif pemilu serentak mampu meminimalisir politik transaksional yang biasa terjadi dalam pemilu sebelumnya.
Wakil Sekretaris Jenderal KIPP Indonesia, Girindra Sandino, mengatakan pemilu serentak selain itu dapat mencegah politisi kutu loncat. "Juga bisa meminimalisir lobi-lobi politik dan politik transaksional," katanya di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2014).
Koalisi antarpartai politik peserta pemilu juga diyakini bakal menjadi lebih sehat. Karena selama ini, koalisi terjadi secara transaksional pascapemilu legislatif, utamanya ketika masing-masing parpol mengusung calon presiden selanjutnya.
Dalam pemilu serentak, koalisi akan berlangsung sebelumnya. Di mana antarparpol yang melakukan koalisi didasari pada kesamaan ideologi, visi dan misi, bukan pada hitung-hitungan suara dan janji-janji politik tertentu.
Namun, ada hal paling penting yang harus diantisipasi penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum. Karena mau tidak mau, ketika sistem berubah, KPU harus melakukan penguatan secara kelembagaan.
Komisioner KPU, Sigit Pamungkas, menyampaikan, putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden dan wakil presiden pada 2019 nanti, berimplikasi positif pada postur anggaran yang dibiayai negara.
Pasalnya, postur anggaran tentu saja lebih murah kalau pileg dan pilpres disatukan, sehingga menghemat biaya penyelenggaraan pemilu. Berbeda dengan pileg dan pilpres 2014, di mana KPU harus memisahkan anggaran untuk pileg dan pilpres.
Penghematan kedua, sambung Sigit, akan terjadi pada biaya logistik pemilu. Dengan pemilu serentak, anggaran logistik pemilu 2019 akan dilakukan satu waktu sekaligus, baik untuk pileg dan pilpresnya termasuk biaya distribusi, transportasi, dan lelangnya.
"Tapi faktor keamanan harus ditinggikan karena kompetisinya menjadi ketat. Kalau terpisah, tingkat ketegangannya bisa diangsur karena pileg dilaksanakan dulu, baru beberapa bulan kemudian pilpres menyusul," terang Sigit.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak. Putusan ini baru berlaku pada Pemilu 2019.
Pasal yang diajukan, yakni Pasal (3) Ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112. Dengan begitu, pileg dan pilpres 2019 dan seterusnya digelar serentak dan presidential threshold untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden tak berlaku lagi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.