PPP Pertanyakan Legitimasi 2014
Putusan MK bersifat final, tidak ada interpretasi lain pasal 22E tentang Pemilu kecuali bahwa yang dimaksudkan Pemilu adalah dilakukan secara serentak
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) akan digelar serentak mulai 2019 mendatang. Namun atas putusan MK itu pula, Sekjen DPP PPP, M Romahurmuziy, mempertanyakan konstitusionalitas Pemilu 2014 yang akan digelar.
"Mempertanyakan konstitusionalitas pemilu 2014," tegas Sekjen PPP ini, saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis (23/1/2014).
Apalagi, imbuhnya, putusan MK bersifat final, tidak ada interpretasi lain pasal 22E tentang Pemilu kecuali bahwa yang dimaksudkan Pemilu adalah dilakukan secara serentak. Atas hal itu, ia juga mempertanyakan soal legitimasi Pemilu 2014 ?
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan pada uji materi Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
Hal itu berdampak pada Pemilihan Anggota Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden akan mulai digekar serentak pada Pemilu 2019 dan seterusnya.
"Amar putusan untuk Pemilu 2019 dan Pemilu seterusnya. Menolak permohonan pemohon selebihnya," ujar Ketua Majelis Hamdan Zoelva, saat pembacaan sidang putusan di ruang sidang utama, MK, Jakarta, Kamis (23/1/2014).
Dalam pertimbangan tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa dengan Pemilu serentak pemilih dapat menggunakan haknya secara cerdas untuk memilih. Mahkamah mengatakan tahapan Pemilu 2014 sudah berjalan dan mendekati tahap akhir. Sehingga jika uji materi tersebut diberlakukan tahun ini akan mengganggu tahapan Pemilu.
"Bahwa tahapan Pemilu 2014 telah dan sedang berjalan mendekati waktu pelaksanaan. Seluruh pelaksanaan telah dibuat sedemikiian rupa demikian juga persiap resmi dan masyarakat Indonesia telah sampai pada tahap akhir sehingga harus diberlakuka segera setelah diucapkan setelah sidang maka tahapan Pemilu yang sedang berjalan akan terganggu dan terhambat," ujar anggota Majelis, Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan Mahkamah.
Jika dipaksanakan, lanjut Ahmad, maka akan menimbulkan kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Ketentuan lebih lanjut harus lah diatur undang-undang. Jika aturan baru tersebut dipaksanan dibuat demi Pemilu serentak 2014, maka jangka waktu yang tersisa tidak dimungkinkan atau tidak memadai untuk membuat undang-undang yang baik dan komprehensif," kata Ahmad.
Dalam putusan tersebut, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengemukakan pendapat berbeda (dissenting opinion).