Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

LIMA Nilai Kreasi Bawaslu Bentuk Mitra PPL Pemborosan Rp 800 M

Soal Mitra PPL, Ray menganggap hal itu sebagai sebuah kreasi Bawaslu yang tidak diatur dalam undang-undang.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in LIMA Nilai Kreasi Bawaslu Bentuk Mitra PPL Pemborosan Rp 800 M
net
Ray Rangkuti 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Negara kembali menggelontorkan uang sekitar Rp 1,5 triliun untuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sekitar Rp 800 miliar digunakan untuk mendanai relawan Bawaslu yang bernama Mitra Pengawas Pemilu Lapangan (Mitra PPL).

Sisa dana digunakan untuk membiayai dua orang saksi perwakilan Partai Politik (Parpol) di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti dalam diskusi soal akuntabilitas Pemilu di Bakkoel Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, (24/01/2014), Ray mengatakan pendanaan untuk Parpol melalui Bawaslu adalah jelas-jelas sebuah hal yang melanggar undang-undang. Ia berharap kebijakan itu dibatalkan.

Soal Mitra PPL, Ray menganggap hal itu sebagai sebuah kreasi Bawaslu yang tidak diatur dalam undang-undang. Oleh karena itu dana sebesar Rp 800 miliar untuk membayar pelatihan serta gaji relawan Bawaslu itu adalah sebuah pemborosan.

"Saya menolak keras dana Rp 800 miliar itu dikeluarkan Bawaslu. Mereka membentuk relawan boleh saja, tapi jangan dibebankan ke negara. Apakah yang dibentuk Bawslu yang tidak sesuai undang-undang berhak dibiayai negara ?" Ujar Ray.

Soal pendanaan saksi dari Parpol Ray pun menganggap Bawaslu telah mengambil langkah yang keliru, sehingga seolah-olah Bawaslu telah menjadi kasir untuk parpol.

Berita Rekomendasi

Padahal di undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang Parpol dijelaskan sumber-sumber pendanaan parpol, salah satunya partai dilarang menerima dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nehara (APBN) Dengan membiayai saksi Parpol Bawaslu bisa dianggap melanggar undang-undang.

"Bawaslu harus keras menolak, saksi Parpol tidak berhak menerima dana dari APBN karena sudah diatur undang-undang," terangnya.

Selain soal dasar hukum pendanaan, akuntabilitas saksi Parpol yang menerima uang hingga sekitar Rp 700 miliar itu pun dipertanyakan. Ray mengaku bingung bagaimana Bawaslu bisa menilai apakah saksi parpol telah bekerja dengan baik, dan akuntabilitas penggunaan anggarannya bisa dipertanggungjawabkan.

"Ini kalau ternyata laporan Parpol itu benar (soal saksi), Bawaslu bisa kena (kasus hukum)," ujarnya.

Ia mengimbau Bawaslu menolak dimanfaatkan sebagai saluran pendanaan partai. Karena bentuk kesepakatan pendanaan itu cuma nota kesepakatan, dengan penolakan Bawaslu makan kebijakan itu bisa batal.

Atau jika kebijakan itu masih diteruskan, ia mengancam akan menggugat ke Mahkamah Agung (MA). Ray menduga nota kesepakatan itu akan dikuatkan dalam bentuk Keputusan Presiden, yang bisa digugat ke MA.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas