HMI MPO: Waspadai Campur Tangan TNI, Polri dan BIN Jelang Pemilu!
bukan tidak mungkin institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan menjaga keamanan dan pertahanan justru menceburkan diri dalam urusan pemerintahan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PB HMI MPO memandang perlunya mewaspadai campur tangan TNI, Polri serta Badan Intelijen Negara di tengah karut-marutnya persiapan Pemilu 2014. Berdasar pengalaman sejarah, bukan tidak mungkin institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan menjaga keamanan dan pertahanan justru menceburkan diri dalam urusan pemerintahan, dan itu malah menghambat demokratisasi.
Setelah Reformasi, institusi TNI dan Polri, memang telah menyatakan untuk tidak berpolitik praktis secara kelembagaan, namun bukan berarti mereka telah sepenuhnya kembali ke barak.
“Adanya beberapa nama mantan petinggi TNI dan Polri yang menduduki level elite di partai politik bukan tidak mungkin membawa pengaruhnya dalam berbagai kesatuan yang pernah mereka pimpin. Penggunaan pengaruh politisi mantan TNI dan Polri terhadap intitusi keamanan negara, baik secara kelembagaan mau pun individual, memunculkan beberapa kekhawatiran terhadap penyelenggaraan Pemilu mendatang,” kata Staf Komisi Politik PB HMI MPO, Dimas Ramadhan, Senin (10/2/2014).
Alumni Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto tersebut mengkhawatirkan adanya celah praktik transaksional antara politisi mantan militer dengan lembaga tempat mereka berkarir sebelumnya.
“Penting untuk dicatat bahwa diantara kekuatan politik yang ada, hanya militerlah dengan menggunakan intelijen yang mampu melakukan mobilisasi politik secara efektif dan efisien, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Jika demikian berarti bahwa yang terjadi bukanlah pemilihan yang didasarkan atas partisipasi yang tinggi dan penuh kesadaran dari pemilih sebagaimana yang diharapkan, melainkan sebuah bentuk mobilisasi, sehingga mengurangi kualitas demokrasi kita,” kata Dimas.
Menurut Dimas, peluang transaksi sebagaimana di atas mengancam terpecahnya militer ke dalam faksi-faksi politik. Pengalaman pada era Demokrasi Liberal dimana internal militer terjebak pada kepentingan partai-partai politik jelas tidak boleh terulang karena membahayakan keamanan dan pertahanan dalam negeri.
Pada tingkat yang ekstrem, militer dikhawatirkan merekayasa suatu kondisi anarki sosial apabila tujuan politik mereka tidak tercapai pada Pemilu nanti sehingga memunculkan kesempatan untuk mengambil alih kekuasaan yang seharusnya dipegang oleh politisi sipil, baik yang bersifat sementara maupun permanen.
“Hal yang demikian bukan tidak mungkin terjadi, mengingat pengalaman berbagai negara lain, seperti di beberapa negara Amerika Latin di masa lalu, dan yang terbaru di Mesir,” kata mahasiswa Pascasarjana FISIP UI tersebut.
Selain TNI dan Polri perangkat negara lainnya seperti Birokrasi, termasuk kementerian, badan, dan komisi-komisi yang dibentuk oleh negara juga harus bersikap netral.
“Netralitas mereka dibutuhkan agar Pemilu menjadi sebuah arena yang tidak saja bersifat adil, bebas dan terbuka, melainkan juga sebagai wadah untuk mematangkan kesadaran politik pemilih,” ujarnya.