Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rizal Ramli: Indonesia Bakal Maju dalam 8 Tahun Kalau Presidennya Anti-Neoliberal

Rizal Ramli meyakini, Indonesia bakal maju dan masyarakatnya sejahtera hanya dalam kurun waktu delapan tahun.

zoom-in Rizal Ramli: Indonesia Bakal Maju dalam 8 Tahun Kalau Presidennya Anti-Neoliberal
/Tribunnews.com/MBR/Felix Jody K.
Mantan Mentri Perekonomian Rizal Ramli hadiri upacara menyambut HUT RI ke 66 yang dihadiri oleh pada juru parkir dan pedagang kaki lima di Gedung Arsip Nasional, Jakarta, Rabu (17/08/2011). (Tribunnews.com/MBR/Felix Jody K.) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha

TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Peserta Konvensi Rakyat Calon Presiden 2014, Doktor Rizal Ramli, meyakini Indonesia bakal maju dan masyarakatnya sejahtera hanya dalam kurun waktu delapan tahun.

Syaratnya, presiden yang memimpin pemerintahan nasional berani melepas skema kebijakan ekonomi neoliberal dan kembali memeluk sistem ekonomi kerakyatan yang diamanatkan UUD 1945.

Hal itu, diutarakan mantan Menteri Keuangan RI era Presien Abdurrahman Wahid itu dalam Debat Publik ke-VI Konvensi Rakyat Capres 2014 bertema "Ekonomi dan Kedaulatan Bangsa Indonesia", di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (16/2/2014).

"Saya yakin, Indonesia dalam berbagai aspek bisa maju dan rakyatnya sejahtera dalam waktu 8 tahun. Itu kalau presidennya tak lagi bermahzab neoliberal, yang hanya membela dan menguntungkan pihak asing," tegas Rizal Ramli, disambut aplaus hadirin di Ballroom Graha Pena Makassar.

Menurut pakar ekonomi ini, delapan tahun sebagai tenggat waktu untuk meraih predikat "negara maju" tersebut lebih cepat dibandingkan sejumlah negara lain.

"Jepang membutuhkan waktu 25 tahun untuk menjadi negara maju. Malaysia mencapai 20 tahun, dan Cina 15 tahun. Bisa ditelusuri secara historis, ketiga negara itu bisa maju karena melindungi ekonomi dalam negerinya dari ekspansi modal asing," terangnya.

Berita Rekomendasi

Rizal mengungkapkan, skema kebijakan liberalisasi ekonomi yang diterapkan selama ini terbukti menyengsarakan rakyat.

Ia membeberkan, 80 persen rakyat belum menikmati faedah merdeka karena banyak produk hukum yang justru dipesan, dikonseptualisasikan, dan dibiayai pihak asing.

"Undang-undang (UU) tentang minyak dan gas, misalnya. UU itu, justru membatasi hanya 25 persen gas produksi Indonesia yang boleh dikonsumsi di dalam negeri, sisanya harus diekspor," terangnya.

Akibatnya, bisa ditebak, banyak industri dalam negeri yang tutup karena tidak memperoleh pasokan energi berharga murah.

"Nanti, kita cabut semua UU yang bertentangan dengan konstitusi. Kita akan susun ulang UU dan peraturan yang lebih berpihak pada kepentingan masyarakat.  Untuk itu, saya minta rakyat Indonesia memilih pemimpin yang benar-benar punya kemampuan memecahkan masalah. Bukan pemimpin yang justru menjadi bagian dari masalah," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas