Pengamat: Parpol Pemilik Media Massa Jangan Suka Mentang-mentang
Namun, media juga salah satu faktor yang dapat memicu potensi keamanan menjadi tidak kondusif
Penulis: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Media memegang peranan penting dalam menentukan proses pelaksanaan Pemilu 2014 berkualitas, jujur dan adil. Namun, media juga salah satu faktor yang dapat memicu potensi keamanan menjadi tidak kondusif sepanjang jurnalis atau wartawan tidak netral dan independen.
Pengamat politik komunikasi Universitas Mercu Buana, Heri Budianto menilai, saat ini sudah banyak kecenderungan tidak netral menyusul pemilik tempatnya bekerja sudah berafiliasi dengan partai politik peserta Pemilu 2014. Tak heran kebijakan redaksionalnya cenderung memihak.
"Jangan mentang-mentang punya media, lalu calon partai lain diabaikan. Sebaliknya, mentang-mentang tak punya ruang publikasi, berbagai kiat dilakukan agar mencapai kesetaraan dalam mencari opini publik," kata Heri dalam diskusi, 'Pemilu 2014 Bersih?' di Restoran Horapa, Menteng, Jakarta, Senin (24/2/2014).
Mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dadang Rahmat, mengakui adanya gejala itu. Ia menilai harapan pemilu yang independen sulit terlaksana, ketika media yang harusnya mentransformasikan informasi mendidik kepada masyarakat dengan menjaga netralitas tidak dilakukan.
"Pemilu 2014 tidak akan berkualitas, karena tidak sesuai dengan fungsi Media," tukas Dadang. Saat ini, sambung Dadan, beberapa media memiliki kedekatan dengan parpol. Wajar jika ada adagium, siapa yang menguasai media, akan menguasai ekonomi dan politik sekaligus.
Menurut Dadang, fenomena yang ada hari ini berbeda dengan penguasa media masa lalu yang tidak berafiliasi dengan parpol. Karena itu, fungsi media seharusnya tak hanya mengedepankan independensi pemberitaan, tapi juga dapat mengedepankan fungsi edukasi dan sosialisasi politik yang baik.
Independensi dan netralitas media juga mendapat sorotan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane. Ia mengatakan media justeru bisa menjadi ancaman nyata dalam pemilu. Sebut saja, partai yang dimasuki pemilik media kalah, besar tak menutup potensi merecoki perolehan suara lewat medianya.
Apalagi, tegas Neta, dalam beberapa kesempatan, media dapat memicu kembali kekisruhan yang sudah selesai.
"Jangan-jangan konflik pemilu itu muncul dari media. Intinya media bisa saja menjadi provokator," kata Neta.
Kadiv Humas Polri Irjen Ronnie Sompie mewanti-wanti, memang sudah tugas kepolisian membuat pelaksanaan pemilu berjalan aman dan terkendali. Tapi, dengan peran media akan sangat menentukan dan mudah memberikan informasi kepada masyarakat secara langsung untuk ikut menguatkan keamanan.