Hamdi Moeloek Sebut Masyarakat Gampang Terbuai Kemasan Soal Fenomena Jokowi
Hamdi menyebut fenomena terbuai oleh kemasan itu juga terjadi oleh masyarakat dalam menilai Jokowi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Moeloek, menilai rakyat Indonesia cenderung lebih mudah terbuai oleh kemasan dibandingkan substansi dalam hal memilih calon presiden
Dalam diskusi Inilah Demokrasi bertajuk "Mencari Tokoh Pesaing Jokowi" di Soeltan Coffee, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2014), Hamdi menyebut fenomena itu juga terjadi di masyarakat dalam menilai Gubernur DKI Jakarta Joko "Jokowi" Widodo, yang digadang-gadang maju sebagai calon presiden.
Hamdi menilai Jokowi yang baru muncul beberapa tahun belakangan, belum cukup untuk maju sebagai calon presiden. Ia menganggap seorang calon presiden adalah orang-orang yang memulai karirnya dari bawah, dan teruji dalam berbagai keadaan.
"Kalau teori teroris, ada passway (jalur) yang harus dilewati orang untuk menjadi pucuk pimpinan teroris. Organisi mafia juga begitu. (Dalam) Demokrasi yang sehat seharusnya passway itu ada," katanya.
Jokowi diketahui merajai berbagai survei soal calon presiden. Namun demikian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menaungi Jokowi, belum memutuskan siapa yang berhak maju sebagai calon presiden dari PDI Perjuangan.
Hamdi menyebutkan yang terjadi di Indonesia, terutama di bidang pemerintah banyak pemimpin yang mendapatkan jalan pintas. Hal itu berbeda dari yang diterapkan di sektor swasta, di mana seseorang yang memiliki kompetensi dan rekam jejak yang baik, akan ditunjuk sebagai pemimpin tanpa memperhitungkan latar belakangnya.
Dari pemimpin yang berlatar belakang pemerintahan, menurutnya nilai jual yang paling menonjol adalah sebagai seorang "solidarity maker," namun sayangnya hal itu belum cukup untuk meyakinkan publik agar mendukung program-program perubahan.
"Cuma mengandalkan solidarity maker, waktu dia memimpin yang ada ya (hanya) popularitas saja," tuturnya.
Menurut Hamdi masih banyak tokoh yang berpotensi menjadi presiden, namun keberadaannya kurang diperhatikan karena perhatian masyarakat tersita pada calon yang kemasannya baik.
"Kalau kita tidak malas berpikir, kita cari lagi (calon presiden), ini kan pemilu masih lama," katanya.