Bawaslu: 30 Persen Perusahaan Pencetak Surat Suara Ogah Diawasi
cukup banyak yang tidak mengijinkan pengawas pemilu untuk masuk ke dalam wilayah dalam rangka menjalankan tugasnya. Ada apa?
Penulis: Y Gustaman
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
![Bawaslu: 30 Persen Perusahaan Pencetak Surat Suara Ogah Diawasi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20140209_171326_pencetakan-surat-suara-dan-tinta-pemilu.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Daniel Zuchron, mengaku sudah mengawasi produksi surat suara di 43 pabrik dari 11 konsorsium pemenang paket pengadaan surat suara yang berlokasi di 24 kabupaten atau kota di enam provinsi yakni Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Menurut Daniel, dalam pengawasan tersebut, Bawaslu melibatkan dua pengawas dari pusat di setiap pabrik. Namun, tidak semua pabrik yang memproduksi surat suara, cukup banyak yang tidak mengijinkan pengawas pemilu untuk masuk ke dalam wilayah dalam rangka menjalankan tugasnya.
"Ada sekitar 30 persen perusahaan yang memang tidak mengijinkan pengawas pemilu untuk masuk. Jadi, di pintu pertama saja kita tidak boleh mengawasi produksi surat suara. Padahal sudah ada surat jalan," ujar Daniel saat merilis Hasil Pengawasan Bawaslu RI atas Logistik Pemilu 2014 periode Februari, di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat (28/2/2014).
Daniel menjelaskan, padahal pengawas datang untuk melakukan pengawasan melekat. Mereka ditugasi untuk mengawasi bagaimana proses produksi di sana, juga melihat apakah dalam produksi itu sudah sesuai dengan dokumen kerjasama sesuai SOP dengan KPU. Diketahui, memang ada pabrik yang mempersilakan diawasi tapi petugas KPU-nya tidak izinkan.
"Perusahaan yang menolak pengawas masuk untuk mengawasi antara lain ada di Jember untuk Jawa Timur. Sementara perusahaan di Jawa Tengah terletak di Solo, dan Sukoharjo. Mereka memint surat tugas dari KPU. Karena tidak ada surat dari KPU RI, petugas di sana enggak mengijinkan masuk," terangnya.
Berdasarkan hasil pengawasan di lapangan, Bawaslu mendapati tidak adanya SOP atas pengerjaan pencetakan surat suara dari pihak KPU. Menurut Daniel, pihak KPU benar-benar menyerahkan seluruh tanggungjawab kepada pihak perusakaan.
Adanya indikasi tidak adanya SOP adalah perlakukan berbeda dari pengawas KPU dan perusahaan saat menerima pengawas Bawaslu yang mau memantau proses produksi surat suara langsung di lokasi. Setidaknya, ada 50 persen perusahaan membuka ruang untuk pengawas melaksanakan tugasnya.
"Tapi ada juga sekitar 20 persen perusahaan yang mempersilakan pengawas pemilu untuk bekerja, namun tidak memberikan akses untuk mendapatkan dokumen atatupun bertanya," kata Daniel lagi. Pihaknya mengaku akan mengonfirmasi kejadian tersebut ke pihak KPU pusat.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Logistik KPU, Boradi, angkat bicara. Ia mengakui, kemungkinan petugas KPU yang berada di pabrik seperti diklaim Bawaslu, karena salah pemahaman. Karena, tidak semua petugas KPU ditempatkan di semua titik perusahaan yang memproduksi surat suara memiliki pemahaman sama.
"Harap maklum karena petugas yang ditempatkan tidak semuanya dari bagian logistik, tapi juga dari bagian atau biro yang lain. Sehingga pemahaman saat menerima tugas justru berbeda-beda. Mungkin karena takut terjadi sesuatu, sehingga mereka menolak ada petugas Bawaslu datang. Buktinya ada petugas KPU yang melaporkan kalau ada Bawaslu datang," ujar Boradi.
Menurutnya, jangankan petugas dari Bawaslu, jika ada pamantau pemilu yang sudah tercatat di KPU, dipersilakan meninjau proses produksi. Pada prinsipnya, mereka harus mengantongi ijin dulu dari KPU. Sementara pengawas dari Bawaslu harus menunjukkan surat jalan dari institusinya.