KIPP Indonesia: Kelebihan Surat Suara Berpotensi Dijualbelikan
Girindra melihat ada sejumlah kritik dan catatan terhadap perbaikan terakhir DPT oleh KPU di depan parpol dan Bawaslu
Penulis: Y Gustaman
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia, Girindra Sandino, melihat ada sejumlah kritik dan catatan terhadap perbaikan terakhir Daftar Pemilu Tetap oleh Komisi Pemilihan Umum di depan partai politik dan Bawaslu, kemarin.
Tercatat, perbaikan DPT per 4 November hingga Februari 2014. DPT per 4 November 2013 sejumlah 186.612.225, dan mengalami perbaikan hingga Februari 2014 menjadi 185.822.507. Total pengurangan jumlah DPT menjadi 789.748.
Menurut Girindra, perubahan ini berpengaruh pada logislitik pemilu, khususnya pengadaan dan distribusi surat suara. Berdasarkan pemantauan, KIPP Indonesia mencatat pertama, dalam dokumen lelang perusahaan-perusahaan pencetak surat suara KPU menggunakan DPT per 4 November 2013, yang kemudian di addendum karena ada perubahan atau perbaikan DPT per 15 Februari.
Temuan KIPP di perusahaan Inkopol terdapat selisih DPT per 4 November dengan DPT 15 Februari 2014 dengan jumlah 192.483. Ditemukan kelebihan surat suara dan sudah didistribusikan sejumlah 27.078.
Distribusi surat suara tersebut ke KPU Kabupaten Kapuas, Pulau Pisang, Kota Waringin Timur, Katingan, Suryuan, Gunung Emas dan Kota Palangkaraya. Hal ini disebabkan karena perusahaan sudah mencetak surat suara berdasarkan DPT 4 November.
"Bagaimana KPU menyikapi persoalan kelebihan surat suara ini, terlebih ada pengurangan jumlah pemilih lagi di DPT per Februari. Karena bisa menyebabkan penggelembungan suara, dan potensi jual beli surat suara tidak tertutup kemungkinan terjadi," ujar Girindra di Jakarta, Rabu (26/3/2014).
KIPP Indonesia menyimpulkan dari beberapa perusahaan yang dipantau ada tiga macam kelebihan surat suara yakni di pabrik, di kabupaten atau kota, di kotak suara. Dalam hal ini, pengawasan Bawaslu harus konkrit mencegah hal yang potensial tersebut di atas.
Kedua, jumlah Daftar Pemilih Khusus (DPK) sampai tanggal 24 Maret 2014 menurut KPU kurang lebih 595 ribu pemilih. PPS masih melakukan updates DPK hingga 26 Maret 2014. Di samping DPK ini harus dikawal ketat oleh Bawaslu hingga jajaran di lapangan, oleh karena DPK rawan akan pemilih fiktif.
Ketiga, setelah penetapan DPT dan pencetakan serta distribusi surat suara, formulir C6 (undangan pemberitahuan pemilih) perlu menjadi perhatian serius, karena telah terjadi pengurangan jumlah pemilih di DPT Februari 2014.
Pengalaman KIPP dalam pemantauan Pilkada sering terjadi penimbunan C6 baik di tingkat Kecamatan maupun Kelurahan.
Keempat, bagaimana mekanisme pemusnahan surat suara. Di setiap tingkatan pabrik, kabupaten atau kota, ataupun yang di TPS, agar masyarakat merasa aman, dan percaya terhadap penyelenggara pemilu, bahwa tidak ada celah bagi kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab, untuk memanfaatkan kesempatan.
Sebagai contoh, untuk pabrik ada yang dibubur, dicacah, dibakar dan lain-lain.
Kelima, KIPP Indonesia mengapresiasi KPU dan Bawaslu yang sudah bekerja keras untuk penyempurnaan DPT, dibanding pemilu sebelumnya. Namun, penyelenggara pemilu harus memastikan lebih baik lagi.