FITRA: Gaji KPU Besar, Tapi Penyelenggaran Pileg Kurang Memuaskan
Tidak sedikit uang negara yang dikeluarkan untuk menggaji para komisioner KPU, mulai tingkat pusat hingga kabupaten/kota
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hendra Gunawan
![FITRA: Gaji KPU Besar, Tapi Penyelenggaran Pileg Kurang Memuaskan](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20140325_185723_penyempurnaan-daftar-pemilih-tetap.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengkritik kinerja para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam penyelenggaran Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 yang masih terjadi sejumlah permasalahan di lapangan.
Padahal, tidak sedikit uang negara yang dikeluarkan untuk menggaji para komisioner KPU, mulai tingkat pusat hingga kabupaten/kota.
"Padahal, gaji KPU atau uang kehormatan cukup lumayan besar, tetapi kinerja tidak memuaskan bagi rakyat," kata Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, Jumat (11/4/2014).
Menurut Uchok, berdasarkan data yang diterima FITRA, diketahui paling tidak seorang Ketua KPU pusat mendapatkan gaji atau uang kehormatan sebesar Rp 23.750.000 per bulan dan uang kehormatan saat pensiun sebesar Rp 51.750.000. Sementara, masing-masing anggotanya mendapatkan gaji atau uang kehormatan sebesar Rp 20.625.000 per bulan dan uang penghargaan saat pensiun sebesar Rp 45.000.000.
Untuk Ketua KPU provinsi mendapatkan gaji atau uang kehormatan sebesar Rp 9.900.000 per bulan dan uang penghargaan saat pensiun sebesar Rp 21.600.000. Sementara masing-masing anggotanya mendapatkan gaji atau uang kehormatan sebesar Rp 8.250.000 per bulan dan uang penghargaan saat pensiun sebesar Rp 18.000.000.
Dan untuk Ketua KPU kabupaten/kota mendapatkan gaji atau uang kehormatan sebesar Rp 6.800.000 per bulan dan uang penghargaan saat pensiun sebesar Rp 14.400.000. Sementara masing-masing anggotanya mendapatkan gaji atau uang kehormatan sebesar Rp 5.550.000 per bulan dan uang penghargaan saat pensiun sebesar Rp 10.800.000.
Uchok memaparkan, permasalahan dan kekacauan di lapangan yang menunjukan kinerja para komisioner KPU tersebut belum memuaskan dalam penyelenggaraan Pileg 2014, di antaranya adanya surat suara tertukar di 14 kabupaten/kota di Jawa Tengah dan pemungutan suara ulang di 309 TPS di Jawa Barat.
"Dari kasus dua daerah ini memperlihatkan Kinerja KPU kurang memuaskan dalam pileg 2014," ujar Uchok.
Selain itu, masih banyak partai politik melalui caleg-caleg yang kaya atau caleg petahanan (incumbent) bermain uang atau 'money politic' untuk menyuap pemilih agar dapat mendulang suara. Bentuk money politic yang dilakukan dengan pembagian sembako dan jenis barang lainnya seperti mukena dan sarung.
Money politic dengan cara kovensional juga masih terjadi, yakni sejumlah caleg membagikan uang dalam amplop dengan rata-rata Rp 100 ribu per calon pemilih.
Menurut Uchok, temuan dan gambaran realita di lapangan seperti itu menunjukan KPU dalam menyelenggarakan pemilu asal-asalan, tidak begitu ketat untuk mengunci money politic uang dengan masih memberikan peluang untuk caleg dan partai politik untuk bermain money politic. "Dan ini terkesan dibiarkan," kata dia.
Padahal, gaji atau uang kehormatan dan uang penghargaan saat pensiun para komisioner KPU itu cukup besar, tetapi kinerja tidak memuaskan bagi rakyat.
Uchok menduga praktik money politic lebih parah justru akan terjadi pasca-pencoblosan. Bahwa, para caleg akan bermanuver untuk melobi dan melakukan negoisasi dengan KPU dengan tujuan meminta dinaikkannya jumlah suara agar terpilih dengan timbal balik uang.
FITRA meminta masyarakat dan khususnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di seluruh tingkatan untuk lebih fokus dan jeli mengawasi 'gerakan' ke KPU itu.
"Jadi, untuk saat ini, para caleg akan berusaha dengan cara apapun agar bisa menang jadi legisltor. Para caleg takut kalah. Kalau kalah sama saja dengan stres. Kalau stres bisa saja masuk rumah sakit gila karena semua harta sudah habis demi mendapat satu kursi legslatif." (coz)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.