Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Televisi Nasional Secara Sadar Melanggar Ketentuan Siaran Kampanye

Motivasi finansial dan politik membuat sebagian besar televisi swasta nasional secara sadar melakukan pelanggaran

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Televisi Nasional Secara Sadar Melanggar Ketentuan Siaran Kampanye
Tribunnews.com/Hendra Gunawan
Duet capres-cawapres Wiranto-Hary Tanoesoedibjo dalam iklan televisi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Motivasi finansial dan politik membuat sebagian besar televisi swasta nasional secara sadar melakukan pelanggaran terhadap ketentuan siaran kampanye selama masa Pemilihan Legislatif tahun ini.

Ironisnya, ternyata pelanggaran juga dilakukan oleh Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI yang menggunakan uang rakyat berupa APBN dengan mengabaikan hak publik untuk memperoleh informasi yang berimbang dan independen.

Hal tersebut menjadi kesimpulan dari Diskusi Publik bertajuk ‘Evaluasi Sajian Politik Media di Tahun Politik’ yang digelar Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Universitas Katholik Soegijapranata, Semarang, Senin (14/4) dengan menghadirkan sejumlah pembicara antara lain  Wisnu T. Hanggoro (Program Manager Southeast Asian Press Alliance-Bangkok), Budi Setyo Purnomo (Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jateng), Ananto Pradono (Redaktur Pelaksana Suara Merdeka) dan Girindra Wardana (Ketua Divisi Advokasi dan Serikat Pekerja AJI Semarang).

Mengawali diskusi Tim FKH Unika Soegijapranata memaparkan temuan bahwa semua lembaga penyiaran televisi free on air nasional baik swasta maupun televisi publik (LPP TVRI) secara sadar melakukan pelanggaran ketentuan aturan siar reguler (P3SPS/Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI) selama Pemilihan Legislatif 2014.

“Hal tersebut terlihat dari 34 teguran yang dilayangkan KPI Pusat pada periode 20 September 2013 hingga 9 April 2014. Separuh pelanggaran tersebut dilakukan MNC Group. Sementara iklan kampanye pelanggar terbanyak adalah iklan Hanura sebanyak 38 persen,” papar Algooth Putranto, dosen FKH Unika Soegijapranata dalam keterangan persnya.

Menariknya, meski KPI telah melarang penayangan program Mewujudkan Mimpi Indonesia sejak 20 Februari 2014, ternyata hingga 13 April 2014 iklan tersebut masih ditayangkan pada Sindo TV yang masih terafiliasi dengan jaringan MNC Grup.

Menurut Budi Setyo Purnomo Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jateng pelanggaran dilakukan sejak hari pertama masa kampanye pada 16 Maret 2014. Terdapat delapan televisi yang menayangkan iklan partai politik melebihi ketentuan. Metro TV bahkan menunjukkan ketidakberimbangan dalam memberitakan Partai Nasional Demokrat.

Berita Rekomendasi

“Bahkan MNC Grup secara sadar menayangkan iklan dengan nuansa menyerang, tidak meminta izin dari orang bersangkutan yaitu Jokowi, iklan yang tidak jelas siapa yang beriklan dan tidak menampilkan sumber cuplikan video (footage),” tutur Budi.

Budi tidak menampik adanya kemungkinkan pelanggaran-pelanggaran yang semakin marak dilakukan televisi sepanjang masa tenang Pemilu Legislatif dan masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 9 Juli mendatang.

Wisnu T. Hanggoro Program Manager Southeast Asian Press Alliance-Bangkok menilai sikap televisi tersebut merupakan imbas pengebirian peran KPI oleh negara yang menarik kewenangan yang lebih tegas seperti yang diperintahkan oleh UU Penyiaran.

“Yang menyedihkan, dengan perilaku tersebut, ternyata televisi dikelola orang-orang yang serakah. Dari seluruh keuntungan yang didapat, televisi di Indonesia hanya menyisihkan sekitar 17 persen keuntungan tersebut bagi kesejahteraan jurnalis,” tuturnya.

Hal ini, menurut Wisnu menyebabkan independensi ruang pemberitaan (press room) di televisi menjadi sangat tertekan oleh kepentingan ekonomi. Tekanan paling besar terjadi terhadap media yang dimiliki oleh pemilik yang berpolitik.

Pada masa Pemilu 2014 terdapat sejumlah grup televisi yang dikuasai oleh figur politisi aantara lain Hari Tanoe dari Partai Hanura memiliki MNC Group (MNC, Global, RCTI), Surya Paloh dari Partai Nasional Demokrat memiliki Metro TV, Abu Rizal Bakrie dari Partai Golkar memiliki Viva (TVOne dan ANTV) maupun figur yang dekat dengan kekuasaan seperti Chairul Tanjung yang memiliki kedekatan dengan Partai Demokrat berkat jabatan sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) adalah pemilik Trans Corp (Trans TV dan Trans7).

Analisa Wisnu tidak dibantah Ananto Pradono Redaktur Pelaksana Suara Merdeka yang menyatakan bahwa media secara terstruktur melakukan kebijakan oportunistik melakukan pembelaan terhadap kepentingan pemilik. “Membantu manuver, melakukan framing(membingkai) kepentingan pemilik, mereduksi pemberitaan lawan politik.”

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas