Pengamat : JK Paling Tepat Jadi Cawapres Jokowi
Berbicara Capres dan Cawapres yang ideal berdasarkan ‘Voting behavior’ maka berpijak pada dua hal penting
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbicara Capres dan Cawapres yang ideal berdasarkan ‘Voting behavior’ maka berpijak pada dua hal penting, yaitu restrospektif dan prospektif.
Untuk restrospektif seorang figur harus dilihat dari rekam jejak atau latar belakangnya sejak lahir sampai dewasa sekarang ini. Apakah dia memiliki kemampuan, kompetensi, integritas, moral, jujur, amanah, tenang dan tak mudah emosional dan sebagainya sebagai calom pemimpin bangsa Indonesia.
“Sedangkan prospektif, seorang figur harus dilihat apa yang akan dikerjakan ke depan? Tapi, sistem politik kita belum terbuka untuk ini, apalagi waktunya sangat pendek antara Mei sampai Juni 2014 yang akan ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jadi, visi, misi dan program kerja yang akan dilakukan oleh capres-cawapres itu harus dipahami rakyat, agar kita tidak membeli kucing dalam karung,” kata Hamdi Muluk Pakar Psikologi Politik UI dalam diskusi ‘Cawapres ideal 2014’ bersama Wakil Ketua DPD RI Laode Ida, dan pengamat politik LIPI Siti Zuhro di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (24/4/2014).
Hamdi Muluk mengatakan, untuk cawapres tersebut tergantung pada capresnya sebagai pengantin; apakah cocok, chemistry atau tidak dengan pasangannya tersebut?
“Memang harus ada kecocokan satu sama lain antara capres dan cawapres, meski tugas dan fungsi wapres itu tidak diatur dalam UU. Seperti SBY-JK, seolah ada matahari kembar. Istilah ini muncul karena presiden SBY tidak tegas, plin-plan, dan tidak berani mengambil keputusan, sehingga kemudian diambil-alih oleh JK dan JK mampu memanfaatkan peluang itu,” ujarnya.
Karena itu duet ideal bagi Jokowi, menurut Hamdi Muluk adalah dengan JK, sebab JK diyakini tidak akan dominan karena Jokowi berani dan tegas dalam mengambil keputusan. “Kecuali, kalau Jokowi memberi ruang, maka kepemimpinan SBY-JK bisa terulang. Jadi, pemerintahan ke depan tergantung pada presiden terpilih, dan wapres bisa melengkapi kekurangannya. Toh, yang akan membuat Keppres tetap presiden, dan tidak ada yang namanya Kepwapres,” ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.