Gerakan Buruh Jangan Sampai Disetir Capres dan Parpol
Said Salahudin, mengungkapkan gerakan buruh sah-sah saja memberi dukungan dalam ajang pencalonan presiden.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik yang juga Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia, Said Salahudin, mengungkapkan gerakan buruh sah-sah saja memberi dukungan dalam ajang pencalonan presiden.
Menurut Said, soal dukungan mereka untuk figur yang mereka nilai pantas menjadi capres sah-sah saja. Memberi dukungan kepada Jokowi, Prabowo, Aburizal Bakrie, atau siapapun dipersilakan. Dukungan mereka tak dapat dihalangi.
Adanya kelompok buruh yang ingin mendukung capres tertentu dalam perayaan May Day juga sah. Apalagi gerakan buruh dan politik sejatinya adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Di berbagai belahan dunia, gerakan buruh sudah sangat terkonsolidasi dan mengkristal menjadi partai politik.
Bung Karno juga pernah mengatakan kaum buruh tidak akan bisa mengubah nasibnya tanpa melalui gerakan politik. Tidak mungkin buruh bisa memperbaiki nasibnya dengan hanya mengharap kebaikan pengusaha. Mereka harus memperjuangkan sendiri nasibnya, salah satunya melalui gerakan politik.
Karena kaum buruh di Indonesia saat ini masih tahap melakukan konsolidasi agar kelak dapat membentuk partai sendiri, tidak seperti partai buruh yang pernah ada sebelumnya. Amat wajar jika sekarang mereka berpolitik dengan cara mendukung capres tertentu yang dinilainya punya komitmen untuk memperjuangkan nasib mereka.
"Namun, sebelum mampu membentuk partai sendiri, para pimpinan buruh hendaknya tidak menjadi anggota dari partai politik tertentu," ungkap Said dalam keterangannya kepada Tribunnews.com di Jakarta, Kamis (1/5/2014).
Ia menegaskan, bahwa gerakan buruh harus tetap dijaga sebagai gerakan yang independen, tidak mudah disetir oleh parpol atau capres manapun, tetapi boleh saja mereka tidak netral dalam proses Pemilu.
"Jadi istilahnya independent but not neutral. Sikap netral dalam Pemilu hanya wajib ditunjukkan oleh penyelenggara Pemilu dan pemerintah. Kalau masyarakat kan bebas saja untuk tidak netral," paparnya.