Cawapres Hatta Koleksi Kain Tenun Keluarga Berusia 300 Tahun
Bakal calon wakil presiden Hatta Rajasa sangat menghargai warisan keluarganya yang berusia 300 tahun. Warisan itu berupa kain tenun.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bakal calon wakil presiden Hatta Rajasa sangat menghargai warisan leluhurnya yang berusia 300 tahun. Warisan itu adalah kain tenun yang sampai saat ini terus dipelihara.
Bukan Hatta yang memelihara kain tenun yang diwariskan turun temurun tersebut. Ia mempercayakan istrinya, Oktinawati Ulfa Dariah Rajasa yang akrab disapa Okke ini. Di tangan Okke, kain tenun itu masih terawat keasriannya.
"Turun temurun kain tenun itu," ungkap Hatta usai menunaikan salat Jumat di Masjid Jami Kebon Jeruk Jl. Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Jumat (30/5/2014).
Hatta mengaku, istrinya memiliki banyak koleksi kain tenun dari pelbagai wilayah di seluruh Indonesia. Koleksi kain tenunnya tak kalah banyak dengan kain batik yang selama ini dikoleksi Hatta dan istri.
Karena tak terlalu memahami ragam koleksi kain tenun yang dimilikinya, Hatta mempercayakan kepada istrinya. Okke merupakan Pendiri Cita Tenun Indonesia (CTI) yang langsung terjun ke kantung-kantung tenun di pelosok Indonesia dengan memberi pembinaan kepada perajin di berbagai daerah terpilih yang masih tertinggal.
Sebelumnya diberitakan, Pendiri Cita Tenun Indonesia (CTI) Okke Hata Rajasa menerima penghargaan sebagai tokoh perempuan pegiat UKM oleh Sukma Inspirasi dan Bank Internasional Indonesia, di Galeri Indonesia Kaya, Jumat pekan lalu.
Okke berkisah awal mengenal kain tenun saat duduk di bangku kelas 2 SMA. Ia mendapatkan kain tenun pertama pemberian neneknya yang berasal dari Komering, wilayah perbatasan Lampung dan Sumatera Selatan. Kain itu didapatnya setelah Okke membantu membersihkan lemari neneknya.
“Nenek menyuruh saya menyimpan salah satu tenun koleksinya, meski saat itu saya tidak tahu tenun itu untuk apa. Ternyata kemudian saya gunakan saat menikah dengan Pak Hatta,” kisah Okke.
Setelah mulai mengenal tenun, Okke mulai menggali sejarah tentang tenun dari buku-buku. Wajar jika kini Okke mampu menceritakan sejarah tenun beberapa daerah dengan baik. Baginya, mencintai tenun sama saja mencintai ragam budaya Indonesia.
Di tahun 2008, dirinya mulai bergerak dan mengajak beberapa perempuan yang juga menyukai tenun dengan mendirikan CTI. Melalui organisasi ini, matanya mulai terbuka akan berbagai kesulitan tenun.
“Banyak motif tenun yang punah karena krisis regenerasi penenun. Tenun juga masih ‘terkungkung’ sebab hanya digunakan dalam acara adat, tidak seperti batik yang sudah banyak diaplikasikan dalam dunia fashion,” ujar sulung dari lima bersaudara ini.