Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gun Gun: Presiden Harus Mendapat Legitimasi Kuat

Kedua pasangan capres-cawapres Prabowo – Hatta dan Jokowi – Jusuf Kalla berpeluang sama untuk mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Gun Gun: Presiden Harus Mendapat Legitimasi Kuat
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Calon Presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa bersama Joko Widodo-Jusuf Kalla saling berpegangan tangan saat acara Deklarasi Pilpres Berintegritas dan Damai di Jakarta, Selasa (3/6/2014). Acara yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum tersebut menandai dimulainya masa kampanye Pilpres dari tanggal 4 Juni sampai 5 Juli, menjelang proses pencoblosan pada 9 Juli mendatang. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kedua pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dan Joko Widodo – Jusuf Kalla berpeluang sama untuk mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat dalam kontestasi Pilpres 9 Juli 2014.

Legitimasi yang kuat itu penting, sebab kalau tidak, fondasi pemerintahannya akan lemah, karena kurang mendapat kepercayaan (trust) dalam menjalankan pemerintahan 5 tahun ke depan," kata pengamat politik Gun Gun Haryanto dalam dialog pilar negara ‘Menunggu pemerintahan ideal produk Pilpres 2014’ bersama Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari, dan pakar hukum keuangan Yenti Garnasih di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (9/6/2014).

Menurutnya, kekuatan legitimasi itu juga bisa dilihat dari terbentuknya kabinet, antara kabinet kerja yang profesional dan kabinet berdasarkan akomodasi koalisi parpol.

“Legitimasi kuat itu yang lahir dari proses pemilu yang baik, bukan manipulasi suara, bukan money politics, bukan dengan memobilisasi massa. Hal itu penting karena tak ada satu partai yang bisa memenuhi syarat untuk mengusung capres sendiri, sehingga harus berkoalisi. Koalisi itu terlihat sebelum Pilpres maupun setelah Pilpres, itulah yang harus dicermati,” katanya.

Terbentuknya kabinet tersebut, kata Gun Gun, menjadi bukti politik kedua pasangan capres. Seperti dalam pemerintahan Susilo bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2004 dan 2009, yang cenderung gemuk sebagai akomodasi parpol pengusung.

"Padahal, logika politik itu sederhana, sehingga kabinet itu sebaiknya ramping, zaken cabinet, kabinet kerja dan profesional. Kalau kabinet gemuk berarti mengakomodir pengusung parpol,” ujarnya.

Yenti Garnasih mengatakan presiden dan pemerintahan ke depan tidak bisa lepas dari masalah hukum di tengah terjadinya ketidaksingkronan hukum pidana dan ketatanegaraan.

Berita Rekomendasi

Misalnya pejabat yang sudah menjadi tersangka korupsi, tapi masih tetap menjabat baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, dan masih menunggu keputusan hukum tetap.

“Itu yang mesti diselesaikan. Sebab,  bagaimana membangun negara ini kalau terlibat korupsi?’ katanya.


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas