Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pegiat HAM: Dokumen Pemecatan Prabowo Harus Dibuka

Direktur Program Imparsial Al Araf menegaskan pemberhentian Prabowo dari militer harus diketahui publik.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pegiat HAM: Dokumen Pemecatan Prabowo Harus Dibuka
DOKUMENTASI TRIBUNNEWS.COM
Pasangan capres-capres Prabowo - Hatta bersama jajaran tim suksesnya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Program Imparsial Al Araf menegaskan, dokumen pemecatan Letnan Jenderal Prabowo Subianto dari ABRI yang dikeluarkan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada tahun 1998 bukan termasuk rahasia negara, sehingga publik harus mengetahuinya.

Oleh karena itu, kata Al Araf, Presiden Susilo Bambang Yuhoyono yang saat itu ikut juga meneken dokumen pemecatan Prabowo harus memerintahkan Panglima TNI Jenderal Moeldoko untuk membuka dokumen DKP.

"Dokumen DKP itu bukan termasuk kategori Pasal 17 dalam UU Keterbukaaan Informasi Publik yang bersifat rahasia negara. Karena dokumen DKP tidak termasuk informasi yang bersifat strategis," kata Al Araf di Jakarta, Selasa (10/6/2014).

Pernyataan Al Araf disampaikan untuk membantah pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman yang menyatakan bahwa dokumen pemecatan Prabowo bersifat rahasia, sehingga tidak boleh diketahui masyarakat.

"Dokumen-dokumen itu tidak boleh bocor," tegas Marciano di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/6/2014).

Dokumen itu, kata Marciano, seharusnya tetap berada di Mabes TNI, sehingga tidak boleh beredar di masyarakat.

Namun, Al Araf mengatakan, dokumen pemecatan Prabowo bukan rahasia negara sehingga harus dibuka atau diperlihatkan kepada masyarakat karena tidak mengancam keselamatan bangsa, mengganggu stabilitas nasional, apalagi mengganggu keamanan nasional.

BERITA TERKAIT

Apalagi, kata Al Araf, dokumen DKP berisi keputusan pemecatan Prabowo dari ABRI karena berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan pada saat itu Prabowo terbukti memerintahkan Tim Mawar dan Merpati dari Kopassus TNI Angkatan Darat untuk melakukan penculikan aktivis. Operasi penculikan terjadi periode 1997-1998.

"Justru pada era demokrasi saat ini yang menutut adanya transparansi atau keterbukaan informasi, negara harus membuka dokumen tersebut demi kepentingan bangsa ke depan," ucap Al Araf.

Al Araf menjelaskan, UU Keterbukaan Informasi Publik dalam Bab V terutama Pasal 17 menjelaskan tentang informasi yang dikecualikan.

Setiap badan publik, kata Al Araf, wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik.

Dalam Pasal 17 dijelaskan informasi publik harus dibuka ke publik kecuali informasi tersebut jika dibuka dan diberikan kepada publik dapat menghambat proses penegakan hukum dan mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional.

Selain itu, bunyi Pasal 17 juga menegaskan, informasi publik harus dibuka atau diketahui masyarakat selama tidak berisi informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara sehingga membahayakan pertahanan dan keamanan negara.

Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas