Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Orasi Prabowo "Mudah Kuasai Indonesia, Cukup Beli Parpolnya" Menjadi Sorotan

Orasi Prabowo Subianto di Aceh dinilai sebagai ungkapan yang disadari atau tidak telah mengajak rakyat untuk tidak memilih dirinya di Pilpres 9 Juli.

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-in Orasi Prabowo
Tribunnews/Dany Permana
Calon Presiden Prabowo Subianto (tengah) menghadiri acara Deklarasi Pilpres Berintegritas dan Damai, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (3/6/2014).Acara yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut menandai dimulainya masa kampanye Pilpres dari tanggal 4 Juni sampai 5 Juli, menjelang proses pencoblosan pada 9 Juli mendatang. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Orasi calon presiden Prabowo Subianto di Aceh  dinilai sebagai ungkapan yang disadari atau tidak telah mengajak rakyat untuk tidak memilih dirinya di Pilpres pada 9 Juli nanti.

Juru Bicara Tim Pemenangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) Hasto Kristiyanto menilai, Prabowo yang dalam pidatonya menyatakan: "Alangkah mudahnya menguasai Indonesia, cukup beli parpolnya saja' lebih merupakan refleksi pengalaman pribadi dibandingkan sebagai ajakan untuk membangun demokrasi sehat.

Pernyataan itu dikemukakan Prabowo saat memberikan sambutan dalam acara silaturahim bersama ulama Aceh, di Aula Anjung Monmata, Kompleks Pendopo Gubernur Aceh, Rabu (11/6/2014) petang. 

Pernyataan Prabowo tersebut justru merupakan anjuran untuk tidak memilih dirinya sendiri di Pilpres mendatang.

"Tanpa sadar, di Kota Serambi Mekah yang masyarakatnya terkenal dengan relijiusitas yang kental, Prabowo menganjurkan rakyat tidak memilih dirinya sendiri," kata Hasto di Jakarta, Kamis (12/6/2014).

Hasto Kristiyanto menyampaikan alasan kenapa pernyataan Prabowo tersebut sebenarnya menunjuk pada dirinya sendiri.

Sebab sebagaimana diketahui, pada saat mengajak Golkar untuk mendukung Prabowo-Hatta, disampaikanlah janji beberapa posisi menteri.

Bahkan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie hendak dijanjikan posisi menteri utama. Demikian halnya Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Mahfud MD, dijanjikan posisi jauh lebih tinggi dari Menteri.

“Janji itu sama saja dengan 'membeli partai untuk menguasai Indonesia'. Tak heran salah satu majalah mingguan nasional terkemuka pernah menggambarkan pasangan Prabowo-Hatta naik kuda mainan, dan Hatta siap mengisi pundi pemacu kuda balapnya,” ujarnya.

"Tuhan telah menunjukkan kebenaran di Aceh sehingga Pak Prabowo berpidato seperti itu. Menjadi politisi itu harus hati-hati dalam bicara. Niat untuk membangun sesuatu yang ideal, namun tidak sesuai dengan tindak-tanduknya, bisa menjadi boomerang,” imbuhnya.

Dia melanjutkan bahwa Tim Jokowi-JK sangat mempercayai prinsip bahwa menjadi pemimpin itu diukur dari satunya kata dan perbuatan.

 Sebagai contoh, sangat aneh bila seorang pemimpin menyatakan bahwa 'hukum tidak boleh tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah'. Namun si tokoh langsung mati-matian berusaha mengurangi tanggung jawab yang harus ditanggung anaknya sendiri atas kesalahan hukum yang jelas-jelas dilakukan sang anak.

Demikian halnya pernyataan Prabowo yang menegaskan bahwa selama puluhan tahun menjadi abdi negara, menjadi prajurit yang menjaga hak-hak asasi manusia. Namun di dalam prakteknya, terjadi apa yang diputuskan dalam laporan Surat Dewan Kehormatan Perwira ABRI yang menemukan dirinya bersalah atas kasus penculikan aktivis.

“Itukan sama saja berorasi untuk tidak memilih dirinya. Dan jelas itu juga menunjukkan tidak satunya antara kata dan perbuatan,” tandasnya.

Hasto melanjutkan orasi seharusnya menjadi cerminan nurani, dimana kata-kata yang keluar dari mulut adalah cermin kepribadian seorang pemimpin. Saat ini, menurut Hasto, ada pemimpin yang hanya mengedepankan keterampilan bicara, namun miskin keteladanan. Bahkan dengan mengatakan pihak lain sebagai Kurawa dan dirinya merasa suci dan bersih seperti Pandawa. Hal demikian adalah contoh orasi sebagai manifestasi pengejar kekuasaan belaka.

Sementara capres Jokowi mengedepankan orasi nurani, yang diikuti oleh rasa dan seluruh panca indera pemimpin terhadap kondisi rakyat Indonesia yg masih hidup dalam berbagai kesulitan dasar.

"Jokowi dengan kesederhanan sikap dan kata-katanya, justru cermin pemimpin yang berkepribadian Indonesia . Tidak heran, kemanapun Jokowi pergi, rakyat menyambutnya dengan penuh antusias tanpa harus dimobilisasi sebagaimana terjadi di "panggung politik" Polonia," jelas Hasto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas