Pengamat: Surat DKP Pemberhentian Prabowo Harus Diperjelas
Sebelum perhelatan pilpres 2014 sebaiknya segera diperjelas soal Keppres nomor 62 tahun 1998 dan Keputusan DKP ABRI soal pemberhentian Prabowo.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebelum perhelatan pilpres 2014 sebaiknya segera diperjelas soal Keppres nomor 62 tahun 1998 dan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI soal pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas kemiliteran.
Hal itu diungkapkan Peneliti dari Trisakti Legal Research Center, Jeremia Napitupulu, di Jakarta, Jumat (13/6/2014).
"Sebab ada hubungan sebab akibat diantara Keppres dan Keputusan DKP ABRI itu," katanya.
Keppres yang dikeluarkan BJ Habibie itu merupakan hasil rekomendasi Pangab saat itu, Wiranto. Sementara Wiranto mendasarkannya pada rekomendasi DKP.
Di dalam rekomendasi DKP ABRI, Prabowo mengakui secara jelas bahwa dirinya memang terlibat di dalam penculikan aktivis, dan dibuktikan telah melanggar aturan ketaatan pada garis komando.
Bagi Jeremia, bisa diduga kuat bahwa kedua keputusan itu mengarahkan Prabowo bisa dianggap telah melakukan perbuatan tercela.
"Seandainya kita membiarkan ada salah satu capres yang diduga melakukan perbuatan tercela lolos sebagai presiden, nantinya di pasal 6 UUD 1945, Konstitusi kita mengatur presiden dapat di-impeach melalui MK bila terbukti melakukan perbuatan tercela," kata Jeremia.
"Inikan dampaknya jauh lebih besar. Buat saya, lebih bermanfaat jika pada saat masih menjadi capres dibatalkan, ketimbang ketika sudah jadi presiden dilengserkan karena melakukan perbuatan tercela," dia menambahkan.
Jeremia menilai pembatalan pasangan Capres-Cawapres merupakan hal yang wajar, karena dulu Alm. Gus Dur juga pernah tidak diloloskan karena tidak memenuhi syarat kesehatan.
Di UU Pilpres saat ini, lanjut Jeremia, sudah diatur adanya pasal 5 huruf i yang menyatakan bahwa capres tak pernah melakukan perbuatan tercela.