Pengamat: Istana Jangan Membela Pimpred Obor Rakyat
Pihak Istana Kepresidenan diharapkan tidak begitu saja mengeluarkan pernyataan yang seakan membela-bela Setiyardi, Pemred Obor Rakyat.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Istana Kepresidenan seperti Sekretaris Kabinet Dipo Alam diharapkan tidak begitu saja mengeluarkan pernyataan yang seakan membela-bela Setiyardi Budiono, Pemimpin Redaksi Tabloid Obor Rakyat yang berisi fitnah terhadap capres Joko Widodo (Jokowi).
Sebab apabila demikian, bisa menimbulkan interprestasi negatif bahwa seakan-akan Istana Kepresidenan memang terlibat kasus itu.
Menurut Guru Besar Riset dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, apabila seseorang itu memang ada di kantor presiden dengan jabatan apapun, dan sudah terlihat ada indikasi keterlibatan dalam tindakan kriminal, tak boleh dibela.
"Kalau dibela bisa menimbulkan interprestasi negatif, seolah Istana Kepresidenan membiayai atau mendukung penerbitan Tabloid Obor Rakyat itu. Buat saya mending menyerahkan ke polisi, dan biarlah polisi yang menginvestigasi secara bebas," tegas Ikrar di Jakarta, Selasa (17/6/2014).
Menurutnya, sebaiknya pihak Istana Kepresidenan menciptakan situasi yang independen bagi pihak Kepolisian untuk menginterogasi dan menyelidiki para pengelola tabloid itu. Sehingga bisa dibingkar siapa sebenarnya otak dibalik itu, dan siapa penyandang dananya.
Ikrar juga mengingatkan bahwa Kepolisian RI sebaiknya tak berhenti pada dua nama yang sudah diketahui terlibat dalam kasus Taboid Obor Rakyat, yakni Setyardi Budiyono dan Darmawan Sepriyossa. Karena kalau berhenti pada mereka berdua saja, menurut dia, tanpa diinvestigasi Kepolisian sekalipun hal itu sudah ketahuan sejak awal.
Indikasi soal adanya pihak lain di luar Setyardi dan Darmawan, menurut dia, sangat jelas terlihat. Kepolisian tak bisa mempercayai begitu saja klaim keduanya yang menyatakan bahwa penerbitan Tabloid yang tak dijual itu atas dasar pembiayaan pribadi.
Sebab menurut Ikrar, dengan mencetak 100 ribu eksemplar peredisi, dimana biaya cetak pereksemplar Rp5000 saja, maka akan menelan biaya Rp500 juta peredisi. Sementara karena sudah ada tiga edisi yang terbit, biaya yang sudah keluar adalah Rp1,5 miliar di luar ongkos kirim dan ongkos lainnya.
"Kan tak mungkin lah seorang asisten staf khusus presiden punya duit sebanyak itu untuk membiayai tabloid. Lagipula, apa untungnya dia menerbitkan tabloid itu kalau bukan karena dia orang suruhan atau yang dibayar melakukannya," tandas Ikrar.
Diketahui, Sekretaris Kabinet Dipo Alam menilai Pemimpin Redaksi Tabloid Obor Rakyat Setiyardi Budiono adalah orang yang mau bertanggung jawab karena telah mencantumkan namanya dalam tabloid itu. Dipo pun mengangap polemik seputar tabloid Obor Rakyat adalah dinamika biasa yang terjadi dalam pemilihan presiden.
Seperti diketahui, tabloid 'Obor Rakyat' sudah menjadi bahan pembicaraan beberapa minggu terakhir karena berisi 'kampanye hitam' dan fitnah atas calon presiden Joko Widodo (Jokowi).
Di Edisi I, Tabloid Obor Rakyat menuding Jokowi dengan isu SARA dan tudingan korupsi yang dilakukan oleh Jokowi. Beberapa hari lalu, tabloid Obor Rakyat edisi II kembali beredar. Berita utama yang diangkat dalam tabloid Obor edisi II adalah "1.001 Topeng Pencitraan". Pemberitaan tabloid tidak satu pun yang memberitakan pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Radjasa.
Tabloid yang dicetak dan disebarluaskan secara gratis itu dikirim melalui jasa Kantor Pos Pusat di Bandung dan diedarkan ke sejumlah pondok pesantren, masjid, dan surau-surau serta tokoh masyarakat di Jatim, Jateng dan Jabar.
Siapa dibalik tabloid itu kini sudah mulai terungkap. Salah satunya adalah Darmawan Sepriyossa yang bekerja di sebuah situs online. Satu nama lainnya adalah Setyardi, yang merupakan anak buah dari Staf Khusus Kepresidenan Velix Wanggai.