Peneliti LIPI: Tak Netral Bukan Berarti Menodai
"Tak netral bukan berarti menodai, bukan partisipan," kata Anas Saidi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Anas Saidi, menganggap tidak masalah bila seorang peneliti tidak netral. Namun hal itu tentunya tidak boleh mengganggu obyektifitas penelitiannya.
Dalam "Seminar Sehari Quick Count, Etika Lembaga Riset, dan Tanggung Jawab Ilmuan," yang digelar the Indonesian Institute, di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2014), Anas menyebutkan politik tak masalah bila seseorang memiliki preferensi politik, bila tetap memiliki integritas.
"Tak netral bukan berarti menodai, bukan partisipan," katanya.
Peneliti menurutnya harus menyuarakan kebenaran, terlebih bila menyaksikan publik yang dibohongi. Ia mendukung jika ada peneliti yang penelitiannya tidak netral, untuk diperiksa dan ditindak.
Netralitas peneliti kembali menjadi perbincangan setelah terjadi kekisruhan hasil hitung cepat pada 9 Juli lalu, saat pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa maupun Jokowi -JK, sama-sama bersikukuh telah memenangkan pemilihan presiden (pilpres), berdasarkan hasil hitung cepat lembaganya masing-masing. Kekisruhan itu makin memanas ketika beranjak menjadi aksi saling tuding dan saling melaporkan.
Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi), kemudian memanggil anggotanya yang tersangkut sengketa tersebut.
Hasilnya lembaga survei yang mengunggulkan Jokowi - JK termasuk LSI memenuhi pemeriksaan tersebut, sementara dua lembaga survei yang mengunggulkan Prabowo - Hatta, Puskaptis dan Jaringan Suara Indonesia (JSI), menolak.
Puskaptis dan JSI menolak karena Burhanudin yang terang-terangan mengaku pro Jokowi - JK lembaganya juga tersangkut sengketa itu, serta Saiful Mujani lembaganya juga tersangkut kasus yang sama, merupakan anggota dewan etik Persepsi.
Selain itu anggota dewan etik Persepsi lainnya, Hamdi Moeloek juga terang-terangan mengaku pro Jokowi, dan Andrinof Chaniago tercatat sebagai anggota tim sukses Jokowi - JK.
Padahal terkait kekisruhan hitung cepat pilpres, Burhanudin, Saiful, Hamdi dan Andrinof sementara dikeluarkan dari dewan etik