Prabowo Subianto: Mana Mungkin Itu
Prabowo Subianto menjawab santai menanggapi pernyataan politisi muda Partai Amanat Nasional Hanafi Rais
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon presiden Prabowo Subianto menjawab santai menanggapi pernyataan politisi muda Partai Amanat Nasional Hanafi Rais, yang sudah memberi ucapan selamat untuk rivalnya, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dia mengaku tidak percaya atas kabar tersebut. "Ah masa sih? Mana mungkin itu," kata Prabowo usai melakukan pertemuan tertutup sejumlah elite koalisi Merah Putih di Hotel Four Seasons Jakarta, Minggu (20/7) sore.
Apalagi, kata Prabowo, orang tua Hanafi yang juga Ketua Majelis Pertimbangan PAN, Amien Rais hadir dalam pertemuan tersebut. Adapun pertemuan itu menghasilkan kesepakatan bahwa pihak Prabowo mendesak Komisi Pemilihan Umum untuk menghentikan proses rekapitulasi nasional yang saat ini sedang berjalan.
"Tadi kan Pak Amien Rais hadir, jadi tidak mungkin lah, jangan ngaco kamu hahaha," kata Prabowo.
Sementara anggota tim sukses pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Didik Supriyanto, meminta Komisi Pemilihan Umum menunda rekapitulasi suara pemilu presiden di tingkat nasional.
Menurut dia, proses rekapitulasi di daerah-daerah masih bermasalah. "Kami harap rekapitulasi suara nasional dapat ditunda sampai selesai rekapitulasi di tiap-tiap daerah," kata Didi kepada wartawan di Polonia Media Center, Cipinang Cempedak, Jakarta, Sabtu (19/7).
Politisi Partai Amanat Nasional itu mengatakan, masalah ini harus mendapat perhatian karena menyangkut kualitas demokrasi. Didi meminta agar KPU mengambil langkah bijak untuk menunda, kecuali seluruh masalah rekapitulasi di daerah sudah selesai.
"Satu suara saja harus kita hargai, apalagi ini ada jutaan suara yang bermasalah. Dalam undang-undang diberikan ruang penundaan," kata Didi.
Di lokasi yang sama, anggota tim advokasi Prabowo-Hatta, Firman Wijaya, mengatakan, ada kondisi darurat yang menuntut perhatian serius dari para pimpinan KPU dan Badan Pengawas Pemilu.
Dia pun meminta kepada KPU dan Bawaslu segera mengambil langkah untuk memastikan bahwa seluruh proses rekapitulasi di daerah selesai. "Kalau ini tidak bisa diselesaikan, secara yuridis, problem ini akan terjadi lagi," ujar dia.
Sesuai jadwal, rekapitulasi tingkat nasional akan dilakukan pada Minggu (20/7) hingga Selasa (22/7). Rencananya, KPU mengumumkan pemenang pilpres pada 22 Juli.
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres Pasal 158 ayat (1) mengatur, KPU menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pilpres dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh pasangan calon dan Bawaslu.
Dalam ayat (2) disebutkan, penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hari pemungutan suara.
Adapun tim hukum pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, memberi batas waktu Komisi Pemilihan Umum hingga Senin (21/7) pagi. Jika rekapitulasi nasional tetap dilanjutkan, tim Prabowo akan membawa KPU ke ranah hukum.
"Ini kan apabila ini tetap dilaksanakan, kita melihat perkembangan sampai besok. Ketika besok (rekapitulasi nasional) masih dilakukan, baru kita ambil action," kata Anggota Tim Hukum Prabowo Hatta, Alamsyah, usai pertemuan Prabowo dengan sejumlah elite koalisi merah putih di Hotel Four Seasons Jakarta, Kamis siang.
Dalam pertemuan tertutup tersebut, Alamsyah dan sejumlah anggota tim hukum lainnya memaparkan kepada Prabowo dan elite koalisi mengenai kecurangan yang terjadi di berbagai daerah. Mereka sepakat KPU harus menghentikan proses rekapitulasi nasional yang saat ini sudah berjalan.
"Jadi sekarang kita belum bicara itu (proses hukum) dulu, kita baru bicara minta rekapitulasi ditunda. Tapi kalau sampai besok rekapitulasi masih terus jalan, kita baru akan bertindak," ujarnya.
Terkait gugatan ke Mahkamah Konstitusi sendiri, Alamsyah belum mau berandai-andai. Pasalnya, dia masih melihat peluang Prabowo-Hatta meraih kemenangan. Alamsyah juga tidak mau berandai-andai bahwa pihaknya akan kalah.
"Kalau untuk ke MK, setelah hasil penetapan baru kita putuskan karena tidak tahu apakah kita terkait atau pemohon. Kalalu kita menang kan jadi pihak terkait, kalau kita kalah jadi pihak pemohon," ujarnya. (tribunnews/eri/rek/m5)