Hasyim Muzadi: Tak Puas Hasil KPU, Masih ada MK atau Bertarung pada 2019
Hasyim Muzadi, menyambut baik imbauan partai politik yang dapat menerima keputusan KPU soal penghitungan suara
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Patutie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Hasyim Muzadi, menyambut baik imbauan partai politik yang dapat menerima keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal penghitungan suara Pemilu Presiden 2014.
Hasyim mengatakan, sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia tidak baik bila hanya mementingkan partai politik. Sebab hanya akan mengorbankan bangsa Indonesia itu sendiri. "Kita boleh membela partai dengan segala kepentingannya , tapi tidak boleh mengorbankan Indonesia," ujar Hasyim, Senin (21/7/2014).
Hasyim mencontohkan, ketika dirinya kalah saat berpasangan dengan Megawati Soekarno Putri dalam pertarungan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004 lalu, ia tetap hadir pada pelantikan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Ia yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU tidak pernah berpikir untuk menggerakkan massa atas nama NU. Sebab, upaya mengggerakkan massa dinilai tidak adil.
Selain itu, hubungannya dengan JK pada waktu itu juga diakuinya tetap baik dan justru saling membantu. "JK tetap membantu PBNU saya pun membantu JK," kata Hasyim.
Hasyim juga memberikan contoh lain, yaitu pada dua kali Pilgub Jawa Timur. Sebagai tim sukses khofifah, dia merasa dicurangi, namun keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah memenangkan Karwo-Saiful. Saat itu ia juga tidak menggerakkan massa di Jawa Timur.
Oleh karena itu, dirinya sangat menghormati kearifan KH Maemun Zubair yang mengimbau agar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bisa menerima keputusan instansi penyelenggara KPU. "Di PAN (Partai Amanat Nasional, red) remang-remang juga ada minat demikian," ucapnya.
Menurutnya, jika ada pihak-pihak yang yang tidak menerima keputusan resmi hasil pilpres yang dikeluarkan KPU pada 22 Juli, masih ada jalan lain seperti MK untuk membuat gugatan atau bersabar menunggu pilpres 2019. "Kalau ada yang dianggap tidak benar di KPU, toh ada MK. Kalau tidak puas di MK, bisa bertarung lima tahun lagi," katanya.
Hasyim mengimbau agar masyarakat melihat pemilu sebagai pilihan, bukan sebagai pengkristalan kepentingan kelompok.