Saiful: Seharusnya KPU Tunggu Persetujuan MK Buka Kotak Suara
akar hukum Saiful Bahri menilai pembukaan kotak surat suara yang dilakukan KPU seharusnya menunggu perintah dari Mahkamah Konstitusi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum Saiful Bahri menilai pembukaan kotak surat suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada penyelenggaraan pemilu Pilpres pada Juli 2014 seharusnya menunggu perintah dari Mahkamah Konstitusi (MK).
"Apabila muncul gugatan dari salah satu pasangan calon karena dianggap telah terjadi kecurangan seharusnya KPU menunggu persetujuan dari MK untuk membuka kotak surat suara," kata Saiful dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Jumat (8/8/2014).
Saiful yang juga Ketua bidang Hukum Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) menganggap, Surat Edaran nomor 1446/KPU/VII/2014 yang dikeluarkan KPU tanggal 25 Juli 2014 telah melanggar aturan pemilu.
"Tanggal 22 Juli seluruh tahapan penyelenggaraan Pilpres sudah selesai dilaksanakan dan hasilnya telah ditetapkan KPU. Seluruh kotak suata yang berisi dokumen pemilu harusnya tidak bisa dibuka kecuali atas perintah MK," kata Saiful.
Saiful juga menyebut adalah tindakan benar apabila terjadi pelanggaran maka dapat dilaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk KPU laporan ini akan ditindaklanjuti kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
DKPP, katanya, dalam waktu empat hari sudah ada keputusan tekait pelanggaran etik untuk menindaklanjuti laporan pemohon. Terkait hal itu sambung Saiful, DKPP dapat menon-aktifkan pengurus KPU.
"Tetapi ini tidak menguntungkan pemohon karena proses legal terhadap penyelenggaraan Pilpres tetap berjalan. Dengan demikian pelanggaran kota suara ini dapat dijadikan alat bukti kepada MK, di mana terdapat lima saksi yang dapat diajukan dari pemohon diantaranya saksi fakta dan saksi ahli," ujar Saiful.
Saiful mengatakan, ada dua keputusan MK terkait gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Calon Presiden, pertama adalah pemilu ulang. Adapun yang kedua adalah mendiskualifikasi salah satu pasangan kemudian memenangkan pasangan lain.
"Keputusan ini jarang ditempuh di berbagai negara. Keputusan yang akan diambil terkait dengan gugatan Pemilu Pilpres ini akan ditentukan sebanyak sembilan hakim di MK setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi," kata Saiful.
Sebelumnya, Magdir Ismail anggota Tim Kuasa Hukum Pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Hatta menyatakan telah menyiapkan bukti untuk menguatkan dalil-dalil pemohon di Mahkamah Konstitusi.
Menurut dia, bukti yang akan diajukan berupa formulir C1, formulir DA1, Formulir DB1 dan beberapa bukti lain yang mencapai ribuan jumlahnya. Magdir menyebut ada kemungkinan bukti yang diajukan itu lebih banyak dari yang dimiliki KPU pusat.
Maqdir mengatakan telah memohon kepada MK untuk menetapkan perolehan suara pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan 67.139.153 suara (50,25 persen) dan pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan 66.435.124 suara (49,75 persen).
Jika mahkamah berpendapat lain, kata Magdir, maka tim kuasa hukum Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS se-Indonesia atau paling tidak MK memerintahkan KPU untuk melakukan PSU 55.485 TPS bermasalah. Menurut dia, kecurangan-kecurangan yang terjadi di 55.485 TPS telah memunculkan suara bermasalah sebesar 22.543.811.
"Hal itu terjadi di seluruh provinsi se-Indonesia ditambah adanya aktivitas membuka kotak suara untuk diambil formulir A5, dan C7 oleh KPU," kata Magdir.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.