Pengamat: Kabinet Jokowi-JK Harus Menunjukkan Pluralisme
Upaya deparpolisasi di kabinet Jokowi Widodo dan Jusuf Kalla menjadi perbincangan menarik.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Upaya deparpolisasi di kabinet Jokowi Widodo dan Jusuf Kalla menjadi perbincangan menarik.
Wacana ini dinilai justru akan melemahkan pemerintahan Jokowi ke depan. Pasalnya, meski Indonesia menganut sistem presidensiil, namun praktiknya semi parlementer.
Hal ini diungkapkan oleh pengamat politik dari Universitas Islam Negeri, Jakarta, Zakki Mubarok kepada tribunnews.com, Minggu (10/8/2014).
Menurutnya, sangat berbahaya di alam demokrasi, dimana parpol tumbuh dengan baik.
Namun, diberangus oleh orang-orang yang mengatasnamakan profesionalisme.
"Banyak ketua dan pengurus parpol yang bagus dan profesional, disamping juga mengetahui medan politik di parlemen. Misalnya, mantan anggota DPR atau anggota DPR lebih mengerti suasana kebatinan di parlemen dan lebih mengerti medan di parlemen daripada orang-orang nonparpol," katanya.
Menurutnya, patut dicurigai ada gerakan sistematis, massif, dan terstruktur yang dilakukan oleh orang-orang nonparpol untuk merebut jabatan di kabinet meski tanpa keringat.
"Tim transisi harusnya melihat pluralisme, dan PKB harusnya diajak. Termasuk Hanura, PKPI, juga merasa ditinggalkan. Kabinet Jokowi-JK harusnye mencerminkan pluralisme," katanya.
Partai politik, lanjutnya, secara konstitusional sah untuk memegang dan merebut kekuasaan politik.
Tidak ada pengharaman orang-orang parpol merebut jabatan politik termasuk di kabninet.
Masuknya ketua dan pengurus partai masuk kabinet, lanjutnya lagi, justru akan menopang dukungan parlemen terhadap pemerintah.
Ketua dan pengurus partai, menurut Zaki, memiliki arah instruksi yang jelas kepada fraksi anggota kadernya di parlemen.
"Ketua dan pengurus partai akan mempelrkuat stabilitas pemerintahan, sekaligus melancarkan program pemerintah di parlemen. Termasuk melancarkan penyusunan APBN dan memasukkan program unggulan pemerintah di masing-masing komisi," ujarnya.
Orang parpol, tentu dituntut komitmennya ketika masuk di kabinet. Ketika tidak sanggup, barulah mengundurkan diri," Zaki menegaskan lagi.
Zaki menduga, wacana menggusur pengurus parpol di kabinet itu sengaja digelindingkan oleh orang-orang nonparpol yang mengitari Jokowi agar mereka bisa menduduki kabinet dan badan strategis badan pemerintah yang lain.
"Jokowi diprovokasi terus menerus. Padahal, mereka tidak punya kapasitas politik apapun, apalagi profesionalistas mereka juga dipertanyakan," ujarnya.
Zaki menegaskan kembali, menteri dari parpol tidaklah ada masalah.
"Pak jokowi bisa buat kontrak bahwa menteri-menteri tersebut bisa fokus bekerja. Tiap tahun bisa di evaluasi. Bila kinerja kurang, apalagi terlihat adanya konflik kepentingan, bisa diganti. Jadi yang menteri yang dari parpol juga harus membuktikan kinerjanya baik," pungkasnya.