Firman Wijaya: Pembukaan Kotak Suara oleh KPU Perbuatan Keliru
Firman mengklaim, hal itu merujuk pada apa yang ditetapkan majelis MK, kotak suara baru bisa dibuka berlaku mulai Jumat, 8 Agustus 2014.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembukaan kotak suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus menjadi fokus kubu Prabowo-Hatta dalam sidang gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) calon presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kuasa hukum Merah Putih, Firman Wijaya menyebut pembukaan kotak suara yang dilakukan sebelum Jumat (8/8/2014) tidak mempunyai dasar hukum dan perbuatan keliru.
Firman mengklaim, hal itu merujuk pada apa yang ditetapkan majelis MK, kotak suara baru bisa dibuka berlaku mulai Jumat, 8 Agustus 2014.
Karena itu, menurut Firman, pembukaan kotak suara yang dilakukan KPU tanpa perintah MK adalah tindakan yang melampaui kewenangan KPU.
“Itu adalah cara memperoleh bukti yang melanggar hukum,” kata Firman dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Senin (11/8/2014).
Firman menjelaskan, dalam dunia praktik peradilan ada referensi berpikir kalau sudah ragu-ragu, tinggalkan.
"Atas itu, jika sudah ragu tentang validitas alat bukti yang telah dibuka KPU sebelum penetapan MK, alat bukti tersebut tidak usah digunakan," katanya.
Terkait pengajuan saksi-saksi dalam persidangan, Firman mengatakan, saksi dari Jawa Timur menunjukan penyimpangan-penyimpangan secara signifikan.
Adapun saksi dari Jawa Tengah, katanya, telah mengungkapkan ada indikasi pelanggaran yang terstruktur, karena telah menyebut nama penyelenggara negara yang terlibat.
“Ini akan menjadi pertimbangan cukup lengkap bagi hakim terjadinya pelanggaran dari aspek terstruktur dan masif,” kata Firman.
Sebelumnya Kuasa Hukum Merah Putih, Maqdir Ismail menegaskan bahwa inti dari permohonan gugatan adalah meminta MK untuk menetapkan perolehan suara pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan 67.139.153 suara (50,25 persen) dan pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan 66.435.124 suara (49,75 persen).
Jika mahkamah berpendapat lain, kata Maqdir, maka tim kuasa hukum Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS se-Indonesia atau paling tidak MK memerintahkan KPU untuk melakukan PSU 55.485 TPS bermasalah.
Menurut Maqdir, kecurangan-kecurangan yang terjadi di 55.485 TPS telah memunculkan suara bermasalah sebesar 22.543.811.
"Hal itu terjadi di seluruh provinsi se-Indonesia ditambah adanya aktivitas membuka kotak suara untuk diambil formulir A5, dan C7 oleh KPU," ungkap Maqdir.
Pihak Prabowo menyatakan KPU selaku penyelenggara pemilu telah melakukan penyalahgunaan kewenangan. Kubu Prabowo juga meyakini selisih 8.421.389 suara terjadi karena ada kesengajaan yang dilakukan oleh penyelenggara di tingkat bawah.
Untuk membuktikan adanya kesalahan dalam rekapitulasi suara, Maqdir mengungkapkan pihaknya siap menghadirkan bukti dokumen C1 di 52.000 TPS yang diperoleh sesuai aturan hukum dan etika berdemokrasi.
Tim Hukum Prabowo-Hatta ini juga mendalilkan adanya penggelembungan suara sebanyak 1,5 juta untuk pasangan nomor urut dua dan pengurangan 1,2 juta suara untuk pasangan nomor urut satu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.