Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perempuan Indonesia Menaruh Harapan pada Jokowi-JK

"Para perempuan yakin melalui visi dan misi Jokowi-JK akan memberikan ruang baru bagi perubahan Indonesia yang lebih baik"

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Y Gustaman
zoom-in Perempuan Indonesia Menaruh Harapan pada Jokowi-JK
Tribunnews/Herudin
Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla menggelar jumpa pers usai rapat bersama di Rumah Transisi Jokowi-JK, di Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2014). Rapat bersama Jokowi-JK pertama kalinya di rumah transisi ini beragendakan rapat bersama fraksi-fraksi partai koalisi pendukung, antara lain PDIP, PKB, dan Hanura. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis perempuan Ita Fatia Nadia mengatakan, terpilihnya Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden memberikan semangat baru bagi perempuan Indonesia. Tak dipungkiri sebagian besar pendukung dan pemilih Jokowi-JK adalah perempuan.

"Para perempuan yakin melalui visi dan misi Jokowi-JK akan memberikan ruang baru bagi perubahan Indonesia yang lebih baik. Itu artinya perempuaan secara politik menuntut menjadi bagian dari gerakan perubahan," kata Ita di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (29/8/2014).

Ita menambahkan di usia ke-69 kemerdekaan Indonesia, rakyat Indonesia telah mengalami pasang surut menyaksikan pergantian kekuasaan dan politik yang penuh gejolak. Salah satu tantangan terbesar bangsa Indonesia adalah tingginya jumlah angka kematian ibu melahirkan. "Angka itu sebesar 359 per 100 ribu kelahiran," tuturnya.

Belum lagi diskriminasi terhadap perempuan juga terjadi melalui peraturan-peraturan daerah yang menggunakan basis agama untuk mengatur hidup perempuan dan identitas perempuan. Dalam data Komnas Perempuan 2013, ada 342 perda diskriminatif terhadap perempuan, diikuti 6.234 kasus kekerasan seksual.

Masalah terhadap perempuan juga terjadi pada perbedaan upah buruh antara pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Selain itu perempuan pekerja rumah tangga tidak diakui sebagai pekerja. "Proses dehumanisasi dan pemiskinan terhadap perempuan atas nama pembangunan terjadi secara sistematis dan berkelanjutan," imbuhnya.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas