JK Diminta Turun Tangan Damaikan Konflik Golkar
"Kita mendorong Pak JK (Jusuf Kalla) supaya turun tangan menjadi juru damai pertikaian internal Golkar," kata Zainal Bintang.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla diminta menjadi juru damai untuk mengakhiri konflik yang terjadi di internal Partai Golkar. Kalla dianggap mampu menyudahi konflik tersebut karena pernah menjadi Ketua Umum Partai Golkar, dan saat ini memiliki kekuatan lebih setelah ditetapkan sebagai Wakil Presiden terpilih 2014-2019.
"Kita mendorong Pak JK (Jusuf Kalla) supaya turun tangan menjadi juru damai pertikaian internal Golkar," kata Ketua Koordinator Eksponen Ormas Tri Karya Golkar, Zainal Bintang, saat dihubungi, Sabtu (30/8/2014) malam.
Zainal menjelaskan, sosok Kalla sangat dibutuhkan untuk menyatukan tubuh Golkar yang saat ini terbelah dua. Sebab, Golkar tak memiliki tokoh lain yang dinilai berwibawa dan netral, termasuk Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dan seluruh wakil ketua umumnya sekalipun.
Dengan tegas, Zainal hanya meminta Kalla untuk menjadi juru damai, dan bukan mendorongnya untuk kembali maju sebagai calon Ketua Umum Golkar. Ia berharap Kalla mau turun tangan membenahi kekacauan di partai yang pernah membesarkan dan dibesarkannya.
"Pak JK tidak perlu memihak. Sekarang dia jadi wapres, dia punya posisi lebih strategis untuk meredam pertikaian di Golkar," ujar dia.
Menurut Zainal, peran Kalla dalam menyelesaikan konflik di tubuh Gokar akan membawa dampak positif untuk pemerintahannya nanti. Ia yakin, melalui parlemen, Golkar akan membantu pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan kursi pimpinan DPR dan menjalankan program-program strategisnya.
"Kalau sekarang kan enggak bisa karena Golkar masih di tempat lain," ucap Zainal.
Saat ini, kondisi Golkar terbelah karena perbedaan pendapat tentang penyelenggaraan Munas IX. Kubu Aburizal Bakrie berpendapat Munas IX Golkar digelar pada 2015 sesuai rekomendasi Munas VIII.
Aburizal kemudian menggelar pertemuan dengan seluruh DPD I yang akhirnya memutuskan Munas tahun 2015 dan Golkar akan berada di luar pemerintahan.
Rekomendasi Munas VIII Partai Golkar itu adalah agar musyawarah-musyawarah Partai Golkar tidak berbenturan dengan jadwal Pilpres 2014, yang berpotensi memecah belah perhatian dan mengganggu soliditas partai, dipandang perlu memperpanjang akhir masa jabatan pengurus hingga 2015.
Namun rekomendasi itu dianggap gugur dengan sendirinya oleh kubu yang menentang Aburizal karena Golkar tak mengusung calon di Pilpres 2014. Itulah mengapa muncul desakan dari internal agar Golkar menggelar munas di tahun ini. Alasannya, karena rekomendasi Munas VIII dianggap berada di bawah Anggaran Dasar (AD) Partai Golkar.
Sesuai AD Partai Golkar Pasal 30 ayat 2 butir (a); Munas adalah pemegang kekuasaan tertinggi partai yang diadakan sekali dalam 5 tahun. Berpegang pada aturan itu, Aburizal didesak menggelar Munas IX paling lambat 4 Oktober 2014 karena Munas VIII digelar di Pekanbaru pada 5-8 Oktober 2009.