Solusi untuk Pendidikan Vokasional di Indonesia
Tak hanya pendidikan vokasional di tingkat SMK, permasalahan pendidikan vokasional di tingkat perguruan tinggi juga perlu segera diselesaikan.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Pola atau sistem di industri, kata Wikan, menempatkan lulusan D3 lebih ke teknikal atau operator, dengan salary dan roadmap karier yang jauh dibanding lulusan S1.
Kegelisahan tentang permasalahan pendidikan vokasional di Indonesia memacu Wikan untuk berinovasi pada Sekolah Vokasi UGM yang ia pimpin.
Mulai tahun ini, pihaknya membuka D4 dan Prodi Sarjana Terapan sebagai terobosan untuk menyiapkan lulusan vokasi yang lebih kompetitif.
Pilihan tersebut menurut Wikan lebih menjanjikan masa depan bagi lulusannya.
Ia mencontohkan, keahlian D4 mengarah pada menemukan atau merekayasa temuan-temuan produk andalan di masa depan, berbeda dengan D3 yang terbatas pada aspek teknis.
“Semua prodi tersebut bersinergi erat dengan industri mitra. Misalnya jurusan Perbankan kita kembangkan bersama Bank Mandiri dan Bank BCA. Teknologi Rekayasa Elektro kita kembangkan bersama PLN,” jelas Wikan.
Wikan menambahkan bahwa pihak SV akan memastikan ada sinergi antara prodi dengan industri. Pengembangan prodi sejak awal sudah dilakukan bersama dengan mitra industri.
Sinergi antara prodi dengan industri ini dilaksanakan melalui pembuatan kurikulum, penyediaan staff pengajar, beasiswa, program magang, ikatan dinas, sertifikasi kompetensi lulusan, hingga lowongan kerja.
Turut hadir dalam acara antara lain Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga merupakan Ketua Umum PP KAGAMA, Ketua Kagama Jawa Tengah Suryo Banendro, dan Ketua Asosiasi Dosen dan Guru Vokasi Indonesia Prof. Dr. Susanto.
Seminar Nasional ini merupakan rangkaian pra-Musyawarah Nasional (Munas) XIII KAGAMA pada 15-16 November di Bali.
Rangkaian seminar bakal diadakan di lima kota dan lima pulau (Medan, Balikpapan, Semarang, Manado, dan Bali) dalam bulan Agustus-November 2019.