KPAI: PJJ di Masa Pandemi Tingkatkan Potensi Putus Sekolah karena Siswa Menikah
(KPAI) menunjukkan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19 berpotensi meningkatkan angka putus sekolah.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19 berpotensi meningkatkan angka putus sekolah.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengungkapkan angka putus sekolah terjadi karena siswa menikah atau bekerja.
"Pandemi covid-19 dan kebijakan penutupan sekolah dan pemberlakuan belajar dari rumah (BDR) atau PJJ menjadi salah satu pemicu peserta didik berhenti sekolah, karena pernikahan dini atau siswa memilih bekerja membantu ekonomi keluarga karena orangtua kehilangan pekerjaan. Ketika anak menikah atau bekerja, maka secara otomatis berhenti sekolah," ungkap Retno melalui keterangan tertulis, Rabu (17/2/2021).
KPAI menemukan siswa yang putus sekolah, karena beberapa sebab, misalnya tidak memiliki alat daring, tidak mampu membeli kuota internet.
Sehingga anak-anak tersebut selama berbulan-bulan tidak mengikuti PJJ, dan akhirnya ada yang memutuskan bekerja dan menikah.
Baca juga: Pemerintah Daerah dan Guru Diminta Persiapkan Mitigasi Learning Loss Akibat PJJ
"Dari temuan KPAI, ada 119 peserta didik yang menikah, laki-laki maupun perempuan, yang usianya beriksar 15-18 tahun," ujar Retno.
Pihak sekolah mengetahui siswanya menikah atau bekerja dari kunjungan ke rumah orangtua siswa.
Saat didatangi wali kelas dan guru bimbingan konseling, pihak sekolah baru mengetahui bahwa siswa yang bersangkutan mau menikah, atau sudah menikah, atau sudah bekerja.
“Ada kisah inspiratif di Kabupaten Bima dan Lombok Barat (NTB) dimana pihak sekolah berhasil membujuk siswa dan orangtua untuk melanjutkan pendidikan yang tinggal beberapa bulan lagi ujian kelulusan. Usaha para guru tersebut patut di apresiasi," ucap Retno.
Dari data diperoleh jenis pekerjaan para siswa umumnya pekerjaan informal seperti tukang parkir, kerja dicucian motor, bekerja di bengkel motor, di percetakan, dan berjualan bensin di rumah.
Lalu ada yang menjadi asisten rumah tangga (ART) dan ada yang membantu usaha orangtuanya karena sudah tidak mampu lagi membayar karyawan.
“Bahkan, pada salah satu SMK swasta di Jakarta yang mayoritas siswanya memang dari keluarga tidak mampu, rata-rata per kelas ada 4 siswa bekerja,” ungkap Retno.
Selain itu, aktivitas belajar di rumah tanpa pengawasan orangtua akan berpotensi mengakibatkan remaja memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar.
Ini terjadi bila pengawasan orangtua terhadap anaknya sangat lemah. Tidak dapat dihindari terjadinya pergaulan bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan menyebabkan angka dispensasi meningkat di masa pandemi ini.