Atasi Sengkarut PPDB, Mencoba Menghapus Dikotomi Sekolah-Negeri dan Swasta
Demi mengatasi sengkarut PPDBI 2021 di Jawa Timur, Dinas Pendidikan Jawa Timur mencoba menghilangkan dikotomi sekolah negeri dan swasta. Bisakah?
Editor: cecep burdansyah
Baca juga: Sengkarut PPDB di Jatim, Belum Lahirkan Rasa Keadilan
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sekretaris Dinas Pendidikan Jatim, Ramliyanto mengatakan, kuota jalur zonasi pada PPDB 2021 sebanyak 50 persen.
Prinsip jalur zonasi adalah memfasilitasi pemerataan penerima fasilitas pendidikan pada masyarakat, dalam suatu kerangka nilai keadilan.
Kendati begitu, pemerintah menyadari betul sistem zonasi dalam mekanisme PPDB tidak bisa diterapkan sepenuhnya. Mengingat, ungkap Ramliyanto, masih terdapat sejumlah titik wilayah Jatim yang belum terdapat sekolah negeri.
“Nah sebab itu zonasinya hanya 50 persen. Selebihnya ada jalur prestasi, ada jalur afirmasi, ada jalur pindahan tugas orang tua dan sebagainya,” katanya baru-baru ini.
Ramliyanto menyadari, apa pun metode atau sistem yang digunakan dalam PPDB, memang tidak bisa memuaskan semua pihak. Kalau memang dari segi jumlah fasilitas sekolah negeri belum mencukupi, maka pemerintah akan berkolaborasi dengan sekolah swasta.
“Karena kapasitas sekolah negeri kita kan hanya 33 persen dari total lulusan SMP dan MTS. Sehingga untuk menampung semuanya tidak mungkinlah ya. Sebab itu kita berkolaborasi dengan sekolah swasta,” tuturnya.
Bagi calon peserta didik yang tidak diterima melalui PPDB SMAN/SMKN, lanjut Ramliyanto, pihaknya memberikan rekomendasi sekolah swasta yang lokasinya berada dekat dengan permukiman tempat tinggal calon peserta didik.
“Ada 5 sekolah yang akan disajikan di aplikasi di website kami PPDB. Sehingga anak-anak kemudian punya pilihan-pilihan. Bahkan ke depan kita ingin berkolaborasi pendaftarannya serentak negeri dan swasta,” terangnya.
Ramliyanto berharap, masyarakat atau para orangtua, termasuk calon peserta didik, untuk tidak lagi mendikotomikan antara sekolah negeri dan swasta.
Sehingga tidak lagi muncul suatu anggapan bahwa anak atau peserta didik yang tidak ‘diterima’ di sekolah negeri, merupakan suatu bentuk ketidakberuntungan.
Karena itu pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah, berupaya memperbaiki layanan pendidikan secara merata di sekolah negeri maupun swasta, dari waktu ke waktu.
Seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOSDA), dan Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP).
Hal itu merupakan implementasi Undang-Undang (UU) yang bertujuan dalam memberikan jaminan kepada seluruh masyarakat agar mendapat pelayanan pendidikan.
Sehingga, kualitas sekolah swasta sekalipun, lanjut Ramliyanto, memiliki garansi mutu kualitas yang terukur dan bertanggungjawab.
“Sebenarnya dikotomi ini harus semakin dihapus. Karena memang negeri maupun swasta, sistem penjaminan mutunya dilakukan oleh pemerintah, dan support dananya juga dilakukan oleh pemerintah,” pungkasnya. (pam/bri)