Proses Perumusan Teks Proklamasi, Mulai dari Kekalahan Jepang hingga Pengetikan Teks
Berikut adalah proses perumusan teks Proklamasi. Mulai dari Jepang menyerah kepada sekutu hingga pengetikan teks Proklamasi.
Penulis: Widya Lisfianti
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Berikut adalah proses perumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dibacakan pada 17 Agustus 1945.
Proses perumusan teks Proklamasi dimulai saat pihak Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.
Golongan muda yang mengetahui kabar tersebut dari siaran Radio BBC milik Inggris mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memanfaatkan situasi dengan menyatakan proklamasi.
Namun dwitunggal menolak karena belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Jepang.
Baca juga: Detik-Detik Jepang Kalah Pada Sekutu di Perang Dunia ke-2 hingga Terjadinya Peristiwa Bom Atom
Baca juga: Sejarah BPUPKI dan Anggota Panitia Sembilan
Mengutip laman Kemdikbud, golongan tua berpendapat, lebih baik menunggu sampai 24 Agustus, yakni tanggal yang ditetapkan Marsekal Terauchi untuk waktu kemerdekaan Indonesia, ketika menerima Soekarno-Hatta-Radjiman di Dalat.
Pada 15 Agustus 1945 para pemuda dibawah pimpinan Sukarni, Chairul Saleh, Wikana bersepakat untuk mengamankan dwitunggal bersama Ibu Fatmawati dan Guntur ke Rengasdengklok, dengan harapan agar mereka menuruti keinginan para pemuda.
Namun, sepanjang hari 16 Agustus 1945 itu, tidak tercapai kesepakatan apapun hingga sorenya, Ahmad Soebardjo datang dan berusaha membujuk para pemuda untuk melepaskan dwitunggal.
Akhirnya mereka bersedia dengan jaminan oleh Soebardjo bahwa proklamasi akan terjadi esok hari.
Malam itu juga, rombongan berangkat ke Jakarta, menuju rumah Laksamana Maeda di Meiji Dori No. 1 untuk membahas masalah tersebut.
Setibanya disana, tuan rumah menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi.
Maeda lalu mempersilakan ketiga tokoh menemui Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindaklanjut yang akan dilakukan.
Namun, setibanya di Markas Gunseikan di kawasan Gambir, mereka bertiga mendapat jawaban yang mengecewakan karena Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan melarang segala bentuk upaya perubahan situasi yang dilakukan.
Mereka diharuskan menunggu Sekutu datang terlebih dahulu.
Ketiga tokoh bersepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi dan kemerdekaan harus segera dirancang secepatnya.