Kemendikbudristek Sebut Progres PTM Sangat Lambat, Ini Faktornya
Padahal, lanjut Jumeri, pihaknya berharap angka 37 persen itu adalah angka sebaliknya. Dimana, hanya 37 persen sekolah yang blm menggelar PTM.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD-Dikdasmen) Kemendikbudristek Jumeri menyebut jika proses pembelajaran tatap muka (PTM) saat ini masih sangat lambat.
Pasalnya, kata Jumeri, dari data yang dimilikinya pada pekan lalu menunjukan bahwa sekolah yang telah menerapkan PTM berkisar 37 persen.
Namun, pada minggu ini dirinya hanya menerima progres naik 5 persen.
Padahal, sejumlah wilayah telah masuk PPKM level 3, 2 dan 1. Dimana, PTM di sekolah boleh digelar.
Baca juga: Percepat PTM, Kemendikbudristek Sebut 62 Persen PTK Telah di Vaksinasi Covid-19
Hal itu disampaikan Jumeri saat webinar bertajuk Kembali ke Sekolah atau Belajar di Rumah: Mencari Solusi Terbaik Pembelajaran Anak yang disiarkan kanal YouTube AJI Indonesia, Selasa (21/9/2021).
"Dari angka itu 37 persen pada seminggu yang lalu, kemudian saat ini 42 persen, berarti progresnya sangat lambat," kata Jumeri.
Padahal, lanjut Jumeri, pihaknya berharap angka 37 persen itu adalah angka sebaliknya. Dimana, hanya 37 persen sekolah yang blm menggelar PTM.
Baca juga: Guru Positif Covid-19, PTM di SDN Sananwetan 3 Kota Blitar Dihentikan
"Nah kita harus membalik angka ini menjadi terbalik, yang 37 persen mestinya yang belum melaksanakan, yang 63 persen yang sudah mengaselerasi untuk segera buka PTM," ucapnya.
Jumeri pun menyadari, bahwa pertimbangan tak menggelar PTM di sekolah ada banyak faktor.
Misalnya, ada daerah yang mempertimbangkan karena daerah itu atau kabupaten itu ada di wilayah aglomerasi.
Baca juga: Kemendikbudristek: 490.217 Sekolah Diperbolehkan Gelar PTM Terbatas
"Mungkin gandengannya itu masih berbahaya. sehingga takut kalau dibuka ada klaster," kata Jumeri.
"Kemudian pertimbangan-pertimbangan yang konserfatif, kepala daerahnya konserfatif, sangat hati-hati untuk tidak segera membuka. Ini tentu butuh komunikasi untuk semua pihak" jelasnya.