Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Apa itu Awan Cumulonimbus? Begini Kaitan Awan Cumulonimbus dengan Cuaca Ekstrem dan Awan Petir

Apa itu awan Cumulonimbus? Awan yang berpotensi sebabkan hujan deras, badai kilat, hujan es, dan tornado. Cumulonimbus terdiri dari 3 jenis awan.

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
zoom-in Apa itu Awan Cumulonimbus? Begini Kaitan Awan Cumulonimbus dengan Cuaca Ekstrem dan Awan Petir
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Awan Cumulonimbus menyelimuti perairan Teluk Jakarta di kawasan perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Minggu (10/01/2021). Perairan Teluk Jakarta sejak beberapa hari terakhir diselimuti cuaca ekstrem yang berbahaya bagi pelayaran dan penerbangan seputar Kota Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM - Awan merupakan kumpulan partikel air di atmosfer yang sangat banyak dapat membentuk awan karena tekanan suhu tertentu.

Partikel air yang membentuk awan dapat berwujud tetes air cair atau kristal es yang berkumpul di satu tempat.

Di antara banyaknya jenis awan, Cumulonimbus merupakan awan yang mengandung partikel petir.

Awan Cumulonimbus akan terlihat memanjang di langit karena terbentuk di atmosfer yang panas.

Munculnya awan Cumulonimbus dapat menjadi pertanda cuaca ekstrem.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Siklon Tropis: Syarat Terbentuk hingga Musim Siklon di Sekitar Indonesia

Apa itu Awan Cumulonimbus?

Awan cumulonimbus adalah awan multi-level yang tampak mengancam, memanjang tinggi ke langit dalam bentuk menara atau gumpalan, dikutip dari laman Met Office.

Awan ini lebih dikenal sebagai awan petir karena dapat menghasilkan hujan es, guntur dan kilat.

Berita Rekomendasi

Cumulonimbus terbentuk dari konveksi udara awan Cumulus kecil di permukaan atmosfer yang panas.

Mereka bergerak lebih tinggi hingga tercipta tenaga listrik yang besar seperti kekuatan 10 bom atom seukuran Hiroshima.

Cumulonimbus biasanya berada di ketinggian 1.100-6.500 kaki.

Awan Cumulonimbus berbentuk tepi atas berserat, dan bagian atas terlihat seperti landasan.

Cumulonimbus berpotensi menyebabkan hujan deras dan badai kilat.

Awan cumulonimbus dikaitkan dengan cuaca ekstrem seperti hujan deras yang lebat, badai hujan es, kilat, dan bahkan tornado.

Sel-sel cumulonimbus individu biasanya akan menghilang dalam waktu satu jam setelah hujan mulai turun, menyebabkan hujan lebat yang berumur pendek.

Namun, badai multisel atau supersel mengandung banyak awan cumulonimbus dan curah hujan yang tinggi dapat berlangsung lebih lama.

Jika ada guntur, kilat atau hujan es, awan itu adalah cumulonimbus.

Baca juga: Mengenal Pencemaran Udara: Macam-macam Pencemaran, Faktor Penyebab, dan Dampak yang Ditimbulkan

Jenis Awan Cumulonimbus

BMKG Staklim Yogyakarta yang berkantor di jalan Kabupaten Km 5.5 Mlati Sleman, Yogyakarta, mengunggah foto awan Cumulonimbus di seputaran wilayah Sleman, Rabu (13/3/2019) pukul 15.21 WIB
BMKG Staklim Yogyakarta yang berkantor di jalan Kabupaten Km 5.5 Mlati Sleman, Yogyakarta, mengunggah foto awan Cumulonimbus di seputaran wilayah Sleman, Rabu (13/3/2019) pukul 15.21 WIB (StaklimJogja)

1. Cumulonimbus calvus

Bagian atas Cumulonimbus calvus terlihat menggembung, seperti awan cumulus.

Tetesan air di puncak awan Cumulonimbus calvus belum seluruhnya membeku menjadi kristal es.

2. Cumulonimbus capillatus

Bagian atas awan Cumulonimbus capillatus berserat tetapi relatif berisi.

Tetesan air dari awan ini sudah mulai membeku.

Biasanya menandakan hujan telah dimulai atau akan segera dimulai.

3. Cumulonimbus incus

Bagian atas awan Cumulonimbus incus terlihat berserat dan berbentuk landasan, karena awan terus tumbuh.

Jika awan mencapai puncak troposfer dan masih ingin tumbuh, maka awan harus melakukannya ke luar, menciptakan landasan atau 'inkus' yang indah.

Baca juga: Apa itu Meteor? Berikut ini Pengertian Meteor, Proses Terjadinya Hujan Meteor, dan Jenis-jenisnya

Bagaimana awan terbentuk?

Ilustrasi
Ilustrasi (wikipedia.org)

Melansir dari Gramedia, awan adalah partikel air yang berada di atmosfer, berikut ini proses terbentuknya awan:

1. Naiknya udara ke atmosfer

Udara di atmosfer mengalami kenaikan dan mengambang akibat tekanan atmosfer yang lebih kecil.

Kemudian, udara di Bumi akan naik ke atmosfer dan mengalami pendinginan, sehingga kelembaban udara (RH) semakin bertambah.

Ketika proses kondensasi mencapai 78, awan mulai mengalami kondensasi yang lebih besar dan aktif di udara.

Perubahan tersebut adalah akibat dari penambahan uap air di udara ketika terjadi proses penguapan atau penurunan tekanan uap jenuh melalui pendinginan yang rendah.

2. Partikel air terkumpul di atmosfer

Partikel zat yang ada di udara atau aerosol yang berwujud air berfungsi sebagai perangkap air.

Aerosol tersebut membentuk tetes air dan jumlahnya akan bertambah banyak hingga membentuk kumpulan tetes air.

3. Kumpulan partikel air membentuk gumpalan

Kumpulan tetes air perlahan berubah menjadi gumpalan awan ketika RH bergerak mendekati 100.

Saat itu, uap air mencapai wujud inti yang lebih besar.

Adapun inti yang lebih kecil dan kurang aktif mengubah volume tetes air menjadi lebih kecil dari jumlah inti kondensasi.

4. Aerosol kembali bergerak naik

Aerosol kemudian terangkat ke atmosfer hingga ketinggian tertentu sesuai tekanan atmosfer yang membawanya.

Semakin tinggi aerosol terangkat ke atmosfer, maka semakin mengalami pendinginan dengan suhu yang lebih rendah.

Pada ketinggian tertentu, aerosol akan mengalami proses pengembunan.

5. Aerosol mengembun

Kemudian, titik air yang berasal dari uap air yang mengembun akan membentuk awan jika dilihat dari Bumi.

Jadi, semakin banyak udara yang mengalami proses pengembunan di atmosfer, maka akan muncul awan yang semakin besar dan banyak di wilayah yang mengalami proses tersebut.

Sehingga, penampakan awan di beberapa belahan Bumi dan wilayah dapat terlihat berbeda-beda.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Artikel lain terkait Fenomena Alam

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas