Bahasa Sunda: Sejarah, Jenis Huruf, Perkembangan, dan Pengaruh Bahasa Lain terhadap Bahasa Sunda
Bahasa Sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang Sunda untuk keperluan komunikasi dalam kehidupan mereka.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Bahasa Sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang Sunda untuk keperluan komunikasi dalam kehidupan mereka.
Suku Sunda berbeda dengan Suku Jawa, meski tinggal di pulau yang sama.
Sehingga, bahasa Sunda memiliki bahasanya sendiri.
Huruf dalam bahasa Sunda, yaitu:
1. Bahasa Sunda memiliki tujuh huruf vokal
- Lima huruf vokal murni (a, é, i, o, u)
- Dua huruf vokal netral e (pepet) dan eu
2. Bahasa Sunda memiliki 18 huruf konsonan ( p, b, t, d, k, g, c, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, r, dan y)
Kemudian, konsonan lain yang berasal dari bahasa Indonesia diubah menjadi konsonan utama, yaitu f menjadi p, v jadi p, sy jadi s, sh menjadi s, z jadi j, dan kh menjadi h.
Baca juga: Arteria Dahlan Sedih Pernyataannya soal Bahasa Sunda Dipelintir: Sekitar Saya Orang Sunda Semua
Sejarah Bahasa Sunda dan Perkembangannya
Tidak diketahui kapan bahasa Sunda lahir, namun asal usul bahasa Sunda dapat bukti dari adanya prasasti yang berasal dari abad ke-14.
Prasasti berbahasa Sunda di temukan di Kawali Ciamis dan ditulis pada batu alam dengan menggunakan aksara dan Bahasa Sunda (kuno), dikutip dari PDFSlide.
Diperkirakan prasasti ini ada beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397-1475).
Sebuah teks yang tertulis di prasasti tersebut berbunyi:
"Nihan tapak walar nu siya mulia, tapak inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan Surawisesa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala d esa. Ayama nu pandeuri pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya dina buana."
Artinya, inilah peninggalan mulia, sungguh peninggalan Eyang Prabu Adipati Wastukentjana yang bertakhta di Kota Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan sekeliling ibukota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang datang kemudian membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia.
Adanya prasasti tersebut membuktikan Bahasa Sunda telah digunakan secara lisan oleh masyarakat Sunda jauh sebelum masa itu.
Mungkin Bahasa Kweun Lun, yang disebut dalam sebuah berita di Cina, yang digunakan sebagai bahasa percakapan di wilayah Nusantara sebelum abad ke-10 pada masyarakat Jawa Barat kiranya adalah Bahasa Sunda (kuno), meski tidak diketahui wujudnya.
1. Penggunaan Bahasa Sunda Kuno
Bukti penggunaan Bahasa Sunda (kuno) secara tertulis, kemudian banyak dijumpai lebih luas dalam bentuk naskah.
Naskah kuno dalam Bahasa Sunda kuno ditulis pada daun (lontar, enau, kelapa, nipah) dan digunakan dari zaman abad ke-15 sampai dengan abad ke-18.
Naskah yang ditulis di media daun lontar, enau, dll dapat menjadi lebih panjang, karena lebih mudah dari pada prasasti.
Sehingga perbendaharaan katanya lebih banyak dan struktur bahasanya juga lebih jelas.
Contoh bahasa Sunda yang ditulis pada naskah adalah berbentuk prosa, sebagai berikut:
1. Prosa Kropak 630 berjudul Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1518)
"Jaga rang tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu."
Artinya, hendaknya kita tidur sekedar penghilang kantuk, minum tuak sekedar penghilang haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah berlebih-lebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa-apa.
2. Contoh lainnya dalam bentuk puisi terdapat pada Kropak 408 berjudul Swaka Darma (abad ke-16)
"Ini kawih panyaraman, pikawiheun ubar keueung, ngaranna pangwereg darma, ngawangun rasa sorangan, awakaneun sang sisya, nu huning S waka Darma."
Artinya, inilah Kidung nasihat, untuk dikawihkan sebagai obat rasa takut, namanya penggerak darma, untuk membangun rasa pribadi, untuk diamalkan sang siswa, yang paham Sewaka Darma.
Dari kedua contoh di atas, terlihat Bahasa Sunda pada masa itu banyak dimasuki kosakata dan dipengaruhi struktur Bahasa Sanskerta dari India.
Baca juga: Mengenal Pentingnya Bela Negara Dilengkapi Makna, Peraturan Perundang-undangan, dan Usahanya
2. Pengaruh Bahasa Arab
Setelah masyarakat Sunda mengenal dan menganut Agama Islam, mereka menegakkan kekuasaan Agama Islam di Cirebon dan Banten sejak akhir abad ke-16.
Hal ini merupakan bukti tertua masuknya kosakata Bahasa Arab ke dalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda.
Di dalam naskah itu terdapat 4 kata yang berasal dari Bahasa Arab yaitu duniya, niyat, selam (Islam), dan tinja (istinja).
Seiring dengan masuknya Agama Islam dalam segala aspek kehidupan masyarakat Sunda, kosa kata Bahasa Arab semakin banyak masuk kedalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda.
Kata-kata masjid, salat, magrib, abdi, dan saum, misalnya telah dirasakan oleh orang Sunda dan tercermin pada perbendaharaan bahasanya sendiri.
3. Pengaruh Bahasa Jawa
Selain itu, pengaruh Bahasa Jawa sebagai bahasa tetangga, sudah ada sejak Zaman Kerajaan Sunda, yang juga tercermin pada perbendaharaan bahasanya.
Pada abad ke-11, masyarakat menggunakan Bahasa dan Aksara Jawa dalam menuliskan Prasasti Cibadak di Sukabumi.
Selain itu, terdapat beberapa naskah kuno yang ditemukan di Tatar Sunda, yang ditulis dalam Bahasa Jawa, seperti Siwa Buda, Sanghyang Hayu.
Sedangkan pengaruh Bahasa Jawa dalam kehidupan berbahasa masyarakat Sunda terlihat sejak akhir abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19, sebagai dampak pengaruh Mataram di tanah Sunda.
Saat itu, fungsi Bahasa Sunda sebagai bahasa tulisan di kalangan kaum elit terdesak oleh Bahasa Jawa, karena Bahasa Jawa dijadikan bahasa resmi dilingkungan pemerintahan.
Selain itu, tingkatan bahasa atau Undak Usuk Basa dan kosa kata Jawa juga mempengaruhi Bahasa Sunda.
Tingkatan bahasa itu digunakan untuk membedakan cara komunikasi dengan orang berdasarkan penghormatan tertentu.
Penggunaan tingkatan bahasa mengakibatkan adanya stratifikasi sosial secara nyata.
Meski demikian, Bahasa Sunda tetap digunakan sebagai bahasa lisan dan bahasa percakapan sehari-hari masyarakat Sunda.
Di kalangan masyarakat kecil Sunda, terutama masyarakat pedesaan, fungsi bahasa tulisan dan bahasa Sunda masih tetap keberadaannya.
Bahasa Sunda masih digunakan, terutama untuk menuliskan karya sastera Wawacan dengan menggunakan Aksara Pegon.
Sejak pertengahan abad ke 19, Bahasa Sunda mulai digunakan lagi sebagai bahasa tulisan di berbagai tingkat sosial orang Sunda, termasuk penulisan karya sastra.
Baca juga: Mengenal Batik Pedalaman atau Klasik dan Batik Pesisir, Berbeda Cara Pembuatan dan Motifnya
4. Pengaruh Bahasa Belanda
Pada akhir abad ke 19 pada masa pemerintahan Hindia Belanda, mulai masuk pengaruh Bahasa Belanda dalam kosakata dan ejaan menulis dengan aksara Latin.
Penggunaan aksara Latin sebagai dampak dibukanya sekolah-sekolah bagi rakyat pribumi oleh pemerintah Hindia Belanda.
Contohnya, pada kata "Bupati" ditulis boepattie seperti ejaan Bahasa Sunda dengan menggunakan Aksara Cacarakan (1860) dan Aksara Latin (1912) yang dibuat oleh orang Belanda.
Selain itu, kosakata Bahasa Belanda semakin masuk dalam Bahasa Sunda, seperti sepur, langsam, masinis, buku dan kantor.
5. Pengaruh Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia
Bahasa lain yang memengaruhi Bahasa Sunda adalah Bahasa Melayu, yang merupakan bahasa komunikasi antar etnis dalam pergaulan masyarakat.
Kemudian pengaruh lain juga datang setelah Bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa persatuan pada 1928.
Sejak tahun 1920-an sudah ada keluhan dari para ahli dan pemerhati Bahasa Sunda, tentang adanya Bahasa Sunda Kamalayon, yaitu Bahasa Sunda bercampur Bahasa Melayu.
Pada era 1950-an, keluhan tersebut semakin keras, karena pemakaian Bahasa Sunda telah bercampur (direumbeuy) dengan Bahasa Indonesia, terutama oleh orang-orang Sunda yang menetap di kota-kota besar, seperti Jakarta dan bahkan Bandung.
Banyak orang Sunda yang tinggal di kota-kota telah meninggalkan pemakaian Bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari di rumah mereka.
Meski demikian, tetap ada kalangan orang Sunda yang dengan gigih memperjuangkan keberadaan dan fungsionalisasi Bahasa Sunda di tengah-tengah masyarakatnya, terutama untuk Suku Sunda dan Jawa Barat.
Lingkungan yang demikian dapat memengaruhi etnis lain yang menetap di tanah Sunda, yang kemudian juga berbicara dengan Bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-harinya.
Sehingga, keberadaan Bahasa Sunda akan terus berlanjut.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Bahasa Sunda