Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Teori-teori Masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia

Teori yang termasuk dalam kelompok pendapat pertama yaitu Teori Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Adapun pendapat kedua yaitu teori Arus Balik

Penulis: Devi Rahma Syafira
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Teori-teori Masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
TRIBUNNEWS/Hand Over
Keluarga Blue Bird Bali bersama warga sekitar yang beragama Hindu melakukan ritual Metatah di kawasan Sesetan, Denpasar Selatan, Sabtu (16/5/2015). Ritual matatah adalah tradisi mengikis enam gigi bagian atas yang berbentuk taring, dengan tujuan mengurangi sifat buruk, atau enam musuh pada dirinya. (TRIBUNNEWS/HO). Teori-Teori Masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia 

Ia menyimpulkan, peranan budaya Indonesia dalam proses pembentukan budaya India di Indonesia sangat penting.

Hal itu tidak mungkin dapat terjadi jika bangsa Indonesia hidup di bawah tekanan seperti yang digambarkan oleh teori ksatria.

Krom mendapatkan banyak penganut di kalangan peneliti.

Namun, dengan adanya kemajuan-kemajuan dalam penelitian, tumbuh pula pendapat yang beranggapan, eori ini masih kurang memberikan peranan pada bangsa Indonesia.

Walaupun Krom telah melihat adanya peranan yang penting dari budaya Indonesia, tetapi masih terdapat kesan bahwa proses itu tidak sepenuhnya ditentukan oleh bangsa Indonesia.

d. Teori Sudra

Teori Sudra dikemukakan oleh van Faber. Menurut teori ini, di India banyak terjadi perang.

Berita Rekomendasi

Dengan demikian, banyak pula tawanan perang.

Indonesia dijadikan sebagai tempat pembuangan bagi tawanan-tawanan perang.

Para tawanan perang itulah yang menyebarkan kebudayaan Hindu di Indonesia.

e. Teori Arus Balik

Bosch sesuai pendirian dengan van Leur.

Bertolak dari sifat unsur-unsur budaya India yang diamatinya dalam budaya Indonesia.

Ia juga berpendapat bahwa proses indianisasi di Indonesia dilakukan oleh kelompok cendekiawan dalam masyarakat yaitu para administrator atau clerk.

Untuk mengamati proses yang terjadi antara budaya Indonesia dan India, Bosch menggunakan istilah penyuburan.

Ia melihat dua jenis proses penyuburan.

Penyuburan pertama dan kemungkinan telah terjadi lebih dahulu adalah proses melalui pendeta agama Buddha.

Awal hubungan dagang antara Indonesia dan India bertepatan pula dengan perkembangan pesat dari agama Buddha.

Biksu-biksu agama tersebut menyebar ke seluruh penjuru dunia melalui jalur-jalur perdagangan tanpa menghiraukan kesulitan-kesulitannya.

Mereka mendaki pegunungan Himalaya untuk menyebarkan agamanya di Tibet.

Dari Tibet kemudian melanjutkan dakwahnya ke utara hingga akhirnya sampai ke Cina.

Kedatangan mereka biasanya telah diberitakan terlebih dahulu.

Setelah mereka tiba di tempat tujuan biasanya mereka berhasil bertemu dengan kalangan bangsawan istana.

Dengan penuh ketekunan para biksu itu mengajarkan agama mereka.

Selanjutnya dibentuklah sebuah sanggha dengan biksu-biksunya.

Melalui biksu ini timbul suatu ikatan dengan India, tanah suci agama Buddha.

Kedatangan biksu-biksu India di berbagai negeri ternyata mengundang arus balik biksu dari negeri-negeri itu ke India.

Para biksu kemudian kembali dengan membawa kitab-kitab suci, relik dan kesan-kesan.

Bosch menyebut gejala sejarah ini sebagai gejala arus balik. Aliran agama lain dari India yang meninggalkan pengaruh di Indonesia adalah agama Hindu. Berbeda dengan agama Buddha, para brahmana agama Hindu tidak dibebani kewajiban untuk menyebarkan agama Hindu.

Hal ini karena pada dasarnya seseorang tidak dapat menjadi Hindu, tetapi seseorang itu lahir sebagai Hindu.

Dengan konsep seperti, proses hinduisasi di Indonesia menjadi semakin menarik, karena tidak dapat dipungkiri orang-orang Indonesia pasti awalnya tidak dilahirkan sebagai Hindu, tetapi dapat beragama Hindu.

Untuk dapat menjelaskan fenomena ini harus dilihat terlebih dahulu watak khas agama Hindu.

Agama Hindu pada dasarnya bukanlah agama untuk umum dalam arti bahwa pendalaman agama tersebut hanya mungkin dilakukan oleh golongan brahmana.

Beranjak dari kenyataan ini, terdapat berbagai tingkat keketatan pelaksanaan prinsip tersebut.

Hal itu tergantung dari aliran sekte yang bersangkutan.

Adapun sekte agama Hindu yang terbesar pengaruhnya di Jawa dan Bali adalah sekte Siwa-Siddhanta.

Aliran Siwa-Siddhanta sangat esoteris.

Seseorang yang dicalonkan untuk menjadi seorang brahmana guru harus mempelajari kitab-kitab agama selama bertahun-tahun dan setealh diuji baru dizinkan menerima inti ajarannya langsung dari seorang brahmana guru.

Brahmana inilah yang selanjutnya membimbingnya hingga ia siap untuk ditasbihkan menjadi brahmana guru.

Setelah ditasbihkan, ia dianggap telah disucikan oleh Siqa dan dapat menerima kehadirannya dalam tubuhnya pada upacara-upacara tertentu.

Dalam keadaan demikian ia dianggap dapat merubah air menjadi amrta.

Brahmana itu lantas diundang ke Indonesia.

Mereka melakukan upacara khusus dapat menghindukan seseorang (vratsyastoma).

Pada dasarnya kemampuan mereka inilah yang menyebabkan raja-raja Indonesia mengundang para brahmana ini.

Mereka mendapat kedudukan yang terhormat di kraton-kraton dan menjadi inti golongan brahaman Indonesia yang kemudian berkembang.

Penguasaan yang luas dan mendalam mengenai kitab-kitab suci menempatkan mereka sebagai purohita yang memberi nasehat kepada raja, bukan hanya di bidang keagamaan tetapi juga pemerintahan, peradilan, perundang-undangan dan lain sebagainya.

(Tribunnews.com/Devi Rahma)

Artikel Lain Terkait Materi Sekolah

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas