Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 hingga Ditetapkan Sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara
Penetapan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara ini tak lepas dari sejarah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Berikut sejarahnya.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - 73 tahun silam, terjadi serangan di Yogyakarta yang dilakukan oleh tentara dan rakyat Indonesia yang dikenal dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Untuk memperingati peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, kini setiap tanggal 1 Maret ditetapkan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.
Hal itu ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara.
“Menetapkan tanggal 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara,” bunyi Diktum Kesatu peraturan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 24 Februari 2022 tersebut.
Penetapan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara ini tak lepas dari sejarah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Dalam peristiwa itu, bangsa Indonesia berjuang mengakkan kedaulatan negara dengan memukul mundur pasukan tentara Belanda dari Yogyakarta.
Baca juga: 1 Maret Ditetapkan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara, Ini Pertimbangannya
Baca juga: Apa Itu Supersemar? Peristiwa Sejarah 11 Maret Alihnya Kekuasaan Soekarno ke Soeharto
Untuk memperingati Serangan Umum 1 Maret 1949, di Yogyakata juga dibuat sebuah monumen, tepatnya di sekitar area Museum Benteng Vredeburg.
Serangan Umum 1 Maret 1949 digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman, serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Serangan itu merupakan sebuah respons atas Agresi Militer Belanda ke-II yang menjadikan Yogyakarta sebagai sasaran utamanya.
Saat itu, Yogyakarta menjadi Ibu Kota Indonesia karena situasi di Jakarta tidak aman setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Seperti dilansir laman Kemdikbud, situasi Yogyakarta sebagai ibu kota negara saat itu sangat tidak kondusif.
Keadaan tersebut diperparah propaganda Belanda di dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengirimkan surat kepada Letnan Jenderal Soedirman untuk meminta izin diadakannya serangan.
Permintaan itu kemudian disetujui oleh Jenderal Sudirman dan meminta Sri Sultan HB IX untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III.
Baca juga: Prangko Pos Militer Surakarta Tahun 1949 Bernilai Fantastis, Waspada Kini Beredar Versi Palsu
Baca juga: Link Twibbon Hari Penegakan Kedaulatan Negara 1 Maret 2022