Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lirik Lagu Ibu Kita Kartini Ciptaan WR Supratman untuk Peringati Hari Kartini 21 April

Lagu Ibu Kita Kartini yang dikarang oleh W.R. Supratman itu merupakan ungkapan kekaguman, penghormatan dan penghargaan kepada Raden Ajeng Kartini.

Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Miftah
zoom-in Lirik Lagu Ibu Kita Kartini Ciptaan WR Supratman untuk Peringati Hari Kartini 21 April
Kemdikbud.go.id
Raden Ajeng Kartini - Habis Gelap Terbitlah Terang 

TRIBUNNEWS.COM - Setiap tanggal 21 April 2022 di Indonesia, di peringati sebagai hari Kartini.

Raden Ajeng (R.A) Kartini merupakan pejuang perempuan yang berasal dari Jawa Tengah.

Besarnya jasa Kartini bahkan sampai-sampai membuat WR Suprpatman, tokoh pencipta lagu Indonesia Raya, turut menciptakan lagu tentang Kartini.

Lagu itu tak lain berjudul Ibu Kita Kartini dan merupakan lagu yang sangat akrab di telinga masyarakat.

Dikutip dari Tribunnewswiki.com, perjuangan Kartini mendapatkan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional dengan Kepres RI No. 198 Tahun 1964 oleh Presiden Soekarno.

Namun jauh sebelum itu, lagu Ibu Kita Kartini telah ada dan tercipta.

Lagu yang dikarang oleh W.R. Supratman itu merupakan ungkapan kekaguman, penghormatan dan penghargaan kepada Raden Ajeng Kartini.

Baca juga: Hari Kartini, Menteri PPPA: Perempuan Indonesia Bermimpilah Setinggi Langit

Baca juga: Sejarah Hari Kartini 21 April, Beserta 10 Kutipan Istimewa dari Buku Habis Gelap Terbitlah Terang

Berita Rekomendasi

Berikut ini Lirik Ibu Kita Kartini

Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

Ibu kita Kartini
Putri jauhari
Putri yang berjasa
Se Indonesia

Ibu kita Kartini
Putri yang suci
Putri yang merdeka
Cita-citanya

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendeka kaum ibu
Se-Indonesia

Ibu kita Kartini
Penyuluh budi
Penyuluh bangsanya
Karena cintanya

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia.

Baca juga: Sambut Hari Kartini, Ini Daftar Film Bertemakan Emansipasi Wanita: Kartini hingga Sokola Rimba

Baca juga: Emansipasi Wanita pada Masa RA Kartini dan Kumpulan Isi Surat Habis Gelap Terbitlah Terang

Perjuangan Kartini bermula ketika ia harus menjalani pingitan untuk tinggal di rumah.

Pingitan itu membuat Kartini harus gagal untuk bersekolah di Belanda.

Namun hal itu tak lantas membuat semangat RA Kartini untuk memperoleh pendidikan padam.

Dikutip dari laman Kemdikbud, selama tinggal di rumah, Kartini belajar sendiri dan mulai menulis surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda

Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya.

Dari Abendanon, Kartini mulai sering membaca buku-buku dan koran Eropa yang menyulut api baru di dalam hati Kartini, yaitu tentang kemajuan berpikir perampuan Eropa.

Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi yang saat itu berada pada status sosial yang amat rendah.

Untuk lebih mengenal Kartini dan pemikirannya, berikut ini cuplikan surat-suratnya.

Baca juga: Contoh Puisi Hari Kartini: Kartiniku Kini, Tanduk Perempuan, Literasi Ubah Negeri, Pesan Pujangga

Isi Surat Kartini Habis Gelap Terbitlah Terang

Berikut ini beberapa isi surat Kartini yang berisi semangat emansipasi wanita, yang dikutip dari buku Sisi Lain Kartini oleh Prof. Dr. Djoko Marihandono, dkk.

1. Surat 1

Saya ini anak bangsa Jawa, dibesarkan dan seumur hidup ini ada di sini. Percayalah bahwa wanita Jawa juga mempunyai hati yang dapat merasakan, dapat menderita, sama dengan hati wanita negeri Nyonya (negeri Belanda) yang paling halus sekalipun...

Tetapi, mereka hanya menderita dengan berdiam diri, mereka menyesuaikan diri, karena tidak berdaya, disebabkan oleh kurang pengetahuan dan kebodohan ...

Orang Belanda suka menertawakan dan mengolok-olok kebodohan bangsa kami, tetapi kalau kami mau belajar, mereka menghalang-halangi dan mengambil sikap memusuhi kami. Kami mau mencapai pengetahuan dan peradaban yang sama dengan orang Eropa. Menghalang-halangi kemajuan rakyat adalah sama dengan perbuatan Casar yang pada satu pihak mengkhotbahkan perdamaian kepada dunia, tetapi pada lain pihak menginjak-injak hak-hak rakyatnya sendiri (surat Kartini untuk nyonya Nellie van Kol, 1 Agustus 1901 dalam Sitisoemandari, 1986:64)

2. Surat 2

Ia pun prihatin atas sikap dan perilaku para Penguasa yang mementingkan diri sendiri:

Rasa setiakawan tidak ada dalam masyarakat bangsa pribumi, maka itu harus dihina dan dibimhing. Kalau tidak, mustahil seluruh rakyat bisa maju. Anggapan kaum ningrat bahwa mereka berhak mendapat segala yang paling baik timbul dari pandangan salah yang telah berakar dalam, bahwa kaum ningrat adalah golongan yang lebih baik, makhluk-makhluk yang tingkatnya lebih tinggi daripada rakyat biasa, dan oleh karena itu berhak atas segala yang terbaik. Untuk membasmi pandangan salah yang menghambat jalannya kemajuan ini lagi-lagi kaum Ibulah yang dapat berjasa sangat banyak (Kartini Sitisoemandari, 1986:155)

3. Surat 3

Kartini pernah merenungkan tentang posisi perempuan dengan laki-laki di Jawa ayng hanya dijadikan obyek kesenangan kaum laki-laki dan diperlakukan seperti boneka.

Saya ingin juga mempunyai anak, laki-laki dan perempuan. Akan saya didik, akan saya bentuk menjadi manusia menurut kehendak hati saya. Pertama-tama akan saya hapuskan adat kebiasaan yang buruk yang lebih menguntungkan anak laki-laki daripada anak perempuan, Kita tidak boleh heran akan sifat laki-laki yang memikirkan dirinya sendiri saja, kalau kita pikirkan bagaimana ia sebagai anak sudah dilebihkan dari pada anak perempuan... Bukankah acapkali saya mendengar ibu-ibu mengatakan kepada anak-anaknya yang Iaki-laki, bila mereka jatuh dan menangis: Cis, anak laki-laki menangis, seperti anak perempuan..Dan semasa kanak-kanak, laki- laki sudah diajar memandang rendah anak perempuan ...

Saya akan mengajar anak-anak saya baik laki-laki maupun perempuan untuk saling memandang sebagai makhluk yang sama (surat Kartini untuk Stella, 23 Agustus 1900)

4. Surat 4

Kalau memang benar pada diri kami ada sifat yang dapat membentuk anak laki-laki yang cakap dan tangkas, mengapa kami tidak boleh menggunakannya untuk meningkatkan diri menjadi wanita yang demikian pula? Dan tidak bergunakah perempuan cakap dalam masyarakat? Kami perempuan Jawa
terutama sekali wajib bersifat menurut dan menyerah. Kami harus seperti tanah liat, yang dapat dibentuk sekehendak hati orang (surat Kartini untuk nyonya M.C.E Ovink- Soer, Agustus
1900)

5. Surat 5

... Perempuan sebagai pendukung Peradaban! Bukan, bukan karena perempuan yang dianggap cakap untuk itu, melainkan karena saya sendiri juga yakin sungguh-sungguh, bahwa dari perempuan mungkin akan timbul pengaruh besar, yang baik atau buruk akan berakibat besar bagi kehidupan: bahwa dialah yang paling banyak dapat membantu meninggikan kadar kesusilaan manusia.

Dari perempuanlah manusia itu pertama-tama menerima pendidikan. Di pangkuan perempuanlah seseorang mulai belajar merasa, berpikir, dan berkata-kata... Dan bagaimanakah ibu-ibu
Bumiputera dapat mendidik anak-anaknya, kalau mereka sendiri tidak berpendidikan ? (Kartini dalam surat untuk Nyonya M.C.E. Ovink - Soer, 2 November 1900)

6. Surat 6

Yang dapat dilakukan untuk sementara adalah mendidik sedemikian rupa masyarakat Bumiputra lapisan atas, sehingga mereka menjadi rahmat bagi bawahannya. Rakyat memuja bangsawannya, apa yang asalnya dari bangsawan mudah mereka tiru. Dan itu telah diketahui juga oleh Pemerintah. Tetapi apa yang diperoleh rakyat dari bangsawannya yang dijunjung tinggi, yang dipakai oleh Pemerintah untuk memerintahnya? (Kartini dalam Sulastin, 1986:390)

7. Surat 7

Berilah pendidikan kepada perempuan Jawa, gadis-gadis kami! Didiklah budinya dan cerdaskan pikirannya. Jadikanlah mereka perempuan yang cakap dan berakal, jadikanlah mereka pendidik yang baik untuk keturunan yang akan datang! Dan bila pulau Jawa mempunyai ibuibu yang cakap dan pandai, maka peradaban satu bangsa hanyalah soal waktu saja! (Sulastin, 1986:390)

(Tribunnews.com/Tio, Yunita) (Tribunnewswiki.com/Sekar)

Artikel lain terkait Hari Kartini

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas