Program Makan Siang Gratis Ancam Kualitas Pendidikan Nasional
Penggunaan Dana BOS untuk makan siang gratis dikhawatirkan memunculkan pergeseran atau pengalihan dana yang tujuan awalnya difokuskan
Penulis: Yulis
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Penggunaan Dana Badan Operasional Sekolah (BOS) sebagai sumber pembiayaan makan siang gratis dapat mengancam kualitas pendidikan nasional. Penggunaan Dana BOS untuk program ini tentu akan mengubah pengalokasian dana untuk program-program yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan.
"Dampak paling utama dalam mengalokasikan Dana BOS untuk program makan siang gratis adalah pada pembagian alokasi dana komponen lainnya yang dapat dibiayai oleh BOS," jelas Peneliti Muda Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Sharfina Indrayadi.
Penggunaan Dana BOS untuk makan siang gratis dikhawatirkan memunculkan pergeseran atau pengalihan dana yang tujuan awalnya difokuskan untuk mendukung ketersediaan akses dan peningkatan kualitas pendidikan.
Baca juga: Menko Airlangga: Simulasi Makan Siang Gratis Dilakukan Masing-masing Daerah
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan evaluasi menyeluruh untuk menghitung dampaknya terhadap alokasi dana untuk program lainnya.
Evaluasi juga dibutuhkan untuk menentukan seberapa besar pengurangan dana yang akan terjadi pada anggaran program-program lain, serta sejauh mana prioritas diberikan pada program makan siang gratis ini dibandingkan dengan program lain.
"Apabila mengacu pada pernyataan dari Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Gibran yang menyarankan penggunaan Dana BOS Afirmasi untuk program makan siang gratis ini, perlu dipertimbangkan dengan lebih mendalam karena Dana BOS Afirmasi dirancang untuk memperhatikan unit sekolah, tenaga pendidik, dan pelajar yang berada dalam kondisi rentan, terutama dari segi geografis wilayahnya," tambah Sharfina.
Agak sulit jika menggunakan Dana BOS Afirmasi untuk program makan siang gratis karena target Dana BOS Afirmasi tidak untuk seluruh sekolah, melainkan sekolah yang khususnya berada di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Sementara implementasi Dana BOS selama ini juga belum optimal. Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), di tahun 2020, alokasi Dana BOS Reguler sebesar Rp50 triliun, BOS Afirmasi sebesar Rp2 triliun, dan BOS Kinerja sebesar Rp1,2 triliun.
Dalam penggunaan BOS Reguler saat ini, mayoritas dialokasikan untuk pembayaran gaji guru dan tenaga pendidik yang bekerja secara honorer. Namun anggaran pendidikan ini dinilai belum optimal untuk meningkatkan kesejahteraan guru, memperbaiki fasilitas sekolah dan meningkatkan pendidikan di Indonesia.
Baca juga: Penggunaan Dana BOS untuk Program Makan Siang Gratis Ancam Kualitas Pendidikan Nasional
Dari segi infrastruktur pun, masih banyak sekolah yang membutuhkan bantuan Dana BOS untuk memperbaiki ruang kelas yang rusak.
Sebagai gambaran, di tahun 2020/2021, lebih dari 50 persen unit sekolah di jenjang SD dan SMP masih mengalami kerusakan.
Menurut Statistik Pendidikan 2022, sekitar 1,2 juta bangunan SD masih mengalami kerusakan. Meskipun jumlah ruang kelas yang rusak berat telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun ajaran 2020/2021, namun jumlah ruang kelas yang dalam keadaan baik juga mengalami penurunan dan terjadi di semua tingkat pendidikan.
Oleh karena itu, penggunaan Dana BOS masih sangat diperlukan khususnya untuk perbaikan sarana dan prasarana sekolah.
Dana BOS seharusnya diarahkan terutama pada peningkatan aksesibilitas dan mutu pendidikan, terutama dalam konteks ketimpangan yang masih signifikan di Indonesia.
Jika sasaran program makan siang gratis adalah pada penanganan stunting, hal ini juga penting. Tapi sebaiknya dana untuk hal tersebut dialokasikan melalui anggaran lain, misalnya dana desa yang memang sudah memiliki fokus pada program stunting.
Dalam pelaksanaannya pun juga perlu ada kejelasan dalam pembagian anggaran BOS, terutama mengingat banyaknya guru, terutama guru honorer yang sangat bergantung pada Dana BOS.
Diperlukan transparansi dalam menetapkan bagaimana alokasi dana itu akan diperuntukkan, sehingga dapat memberikan kepastian bagi para penerima manfaat.
Selain itu, penting juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk Pemerintah Daerah (Pemda), Kepala Sekolah, guru, bahkan orang tua murid dalam implementasi kebijakan terkait BOS.
Kolaborasi dengan stakeholder terkait juga perlu diperkuat untuk memastikan kebutuhan dan kondisi lokal dalam alokasi dan pelaksanaan program BOS, sehingga dapat mencapai dampak yang lebih efektif dan inklusif bagi masyarakat setempat.