Dari Sepak Bola ke Dunia Bisnis, Begini Perjalanan Reuben Silitonga Bangun Mentalitas Pemenang
Dari lapangan hijau hingga bisnis, Reuben Silitonga tunjukkan mentalitas juara dan kepemimpinan yang dibentuk dari kegigihan serta disiplin ala atlet.
TRIBUNNEWS.COM - Dalam perjalanan kariernya sebagai pemain sepak bola profesional, Reuben Silitonga menghadapi banyak tantangan.
Salah satu momen yang paling berkesan baginya terjadi saat menjalani pra-musim di Denmark, di tengah suhu ekstrem minus 14 derajat Celcius. Dengan udara dingin yang membekukan jari-jari tangan dan kaki, serta air minum yang berubah menjadi es, Reuben dan timnya tetap berlari tanpa henti.
“Paru-paru sudah kedinginan banget, kayak nggak kuat gitu, tapi kita terus lari,” kenang Reuben.
Dalam kondisi seperti itu, berhenti bukanlah pilihan. Dengan tekad yang kuat, ia terus maju, menyadari bahwa tantangan tersebut merupakan bagian dari persiapan fisik dan mental untuk musim yang akan datang.
Pengalaman ini mengajarkan Reuben untuk selalu keep going, sebuah prinsip yang ia pegang teguh bahkan setelah beralih dari dunia sepak bola ke bisnis.
"Mentalitas atlet itu mindset, disiplin, dan terus meningkatkan diri setiap hari, walaupun hanya 0,1 persen," katanya. Mentalitas ini yang ia bawa saat menghadapi transisi ke dunia bisnis yang penuh tantangan.
Pelajaran dari lapangan hijau untuk bisnis
Setelah menjalani karier sepak bola di tiga negara berbeda, Reuben mulai memikirkan masa depan yang lebih panjang. Sebagai atlet, ia menyadari bahwa karier di lapangan hijau memiliki batasan usia.
"Sepak bola itu kan kariernya pendek, semakin berumur, semakin menurun. Sedangkan di bisnis, nggak kenal umur,” ujar Reuben.
Ia memutuskan untuk beralih ke dunia bisnis, terjun ke bidang mining and logistics, serta mengelola Workers League. Tantangan terbesar dalam transisi ini adalah mempelajari aspek teknis yang sangat berbeda dari apa yang ia pelajari sebagai pemain sepak bola.
“Di sepak bola kita nggak pernah belajar tentang hal-hal teknis seperti engineering, custom clearance, atau regulasi. Tapi karena mindset-nya sudah benar, disiplin, hadir terus, dan bangun relasi, lama-lama ternyata bisa dipelajari,” jelasnya.
Reuben melihat bahwa prinsip-prinsip yang ia pelajari sebagai atlet, seperti disiplin dan fokus pada solusi, juga berlaku dalam dunia bisnis.
"Di bisnis, kompetisi itu sama seperti di sepak bola. Ada kompetitor, ada unique selling point, ada strengths and weaknesses," tambahnya. Dengan mindset yang benar, Reuben mampu menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah yang ia temui di dunia bisnis.
Kisah dari masa sekolah di SMPK TIRTAMARTA Penabur
Kenangan masa kecilnya di SMPK TIRTAMARTA Penabur tak lepas dari cintanya pada sepak bola. Meski sering mendapat larangan bermain bola di sekolah dasar, Reuben terus mencari cara agar bisa bermain, sebuah kegigihan yang akhirnya membawanya ke karier profesional.
"Waktu SD, saya sering dilarang main bola karena keseringan main, tapi kegigihan itu terbayar ketika saya akhirnya bisa bermain di tiga negara berbeda sebagai pemain profesional," ujarnya.
Di SMPK TIRTAMARTA Penabur, Reuben mengenang hubungan yang dekat dengan para guru, yang meskipun tahu hobinya bermain bola, tetap bersikap santai dan asik.
"Guru-gurunya asik dan santai. Setiap kali saya main bola lama, paling diomelin dikit, tapi bercanda. Mereka tahu saya memang suka bola," kenang Reuben. Pengalaman ini memperkuat fondasi mentalitas yang ia bawa hingga kini, baik di sepak bola maupun di dunia bisnis.
Menemukan keseimbangan fisik dan mental dalam dunia bisnis
Reuben percaya bahwa menjaga keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental adalah kunci untuk bertahan di dunia bisnis. Sebagai mantan atlet, ia sangat menyadari pentingnya self-awareness terhadap kondisi tubuh dan pikiran.
"Di bisnis, nggak mungkin kerja terus, meeting terus tiap hari. Jadi, harus tahu kapasitas fisik dan mental masing-masing," katanya.
Dengan jadwal fleksibel, Reuben mengatur waktu agar tetap bisa berolahraga. "Misalnya pagi main tenis dulu, baru ngantor. Pulangnya jam 4. Mencari keseimbangan itu penting, walaupun sulit, tapi sangat membantu kalau kita tahu kapasitas fisik dan mental kita sendiri," jelasnya.
Sebagai seorang introvert, Reuben mengakui bahwa bertemu orang baru sering kali menguras energi lebih cepat dibandingkan dengan bertemu orang yang sudah dikenal. Namun, ia menemukan cara untuk mengatasi hal ini.
"Saya belajar basa-basi dari teman-teman politisi yang pintar bergaul. Jadi awalnya copy-paste aja, lalu lama-lama belajar untuk memperbaiki cara saya berinteraksi,” ujarnya.
Leadership dan self-awareness: kunci sukses di bisnis dan sepak bola
Di dunia bisnis, Reuben menemukan bahwa soft skills seperti leadership dan kemampuan untuk mendelegasikan tugas adalah kunci sukses. "Leadership skill itu penting banget. Ibaratnya di bola jadi captain, supaya yang lain bisa ikut atau terbimbing dengan leadership kita," jelasnya.
Reuben mengembangkan leadership-nya melalui pengalaman sebagai pemain sepak bola dan menerapkannya dalam bisnis, terutama dalam mengelola tim di Workers League dan perusahaan logistiknya. Baginya, penting untuk mengenali kelebihan dan kelemahan diri sendiri, serta terus belajar.
"Kita harus tahu strength dan weakness kita. Misalnya, kalau kita jago nge-jokes, ya kita pakai itu untuk ice breaking dalam percakapan. Kalau kita tahu kita kaku, kita harus pelajari cara agar tidak terlihat kaku," katanya.
Kisah perjalanan Reuben Silitonga dari lapangan hijau hingga ke dunia bisnis penuh dengan tantangan dan pembelajaran. Dari pengalaman menghadapi dinginnya pra-musim di Denmark, hingga transisi ke dunia mining dan logistik, Reuben menunjukkan bahwa dengan mindset yang benar, kegigihan, dan leadership yang baik, siapa pun bisa menghadapi tantangan dan mencapai kesuksesan.
Sebagai alumni SMPK TIRTAMARTA Penabur, pengalaman masa sekolahnya juga membentuk karakter dan mentalitas yang ia bawa hingga kini.
Dengan cerita inspiratif dari Reuben, diharapkan para orang tua yang membaca bisa melihat nilai-nilai pendidikan yang diterapkan di TIRTAMARTA Penabur, menjadikannya pilihan terbaik untuk mendidik anak-anak mereka.