Laporan Wartawan Tribunnews.com, Deodatus Pradipto dari Nizhny Novgorod
TRIBUNNEWS.COM, NIZHNY NOVGOROD - Sebagai satu dari 11 kota penyelenggara Piala Dunia 2018, Nizhny Novgorod punya masalah yang sederhana, namun krusial.
Masalah itu adalah bahasa Inggris.
Sejak menginjakkan kaki di kota ini hampir seminggu lalu, saya agak kesulitan berkomunikasi dengan masyarakat di sini.
Saya sangat jarang bertemu orang Nizhny Novgorod yang bisa berbahasa Inggris.
Pengalaman terkini adalah saat saya mengunjungi Museum Alat Transportasi Nizhny Novgorod, Senin (2/7/2018) siang waktu setempat.
Kendala pertama saya saat berkunjung ke sini adalah ketiadaan papan penunjuk museum.
Saya tahu saya tiba di tempat yang benar karena melihat deretan kereta trem dan bus kuno di halaman depan.
Baca: Igor Akinfeev dan Kawan-kawan Pahlawan Rusia
Setelah melewati pagar, saya bertemu seorang perempuan paruh baya di pos depan.
Lewat bahasa Inggris saya menjelaskan ingin masuk ke museum dan menanyakan tarif tiket masuk.
Perempuan ini tidak bisa berbahasa Inggris.
Lewat gestur tangan dia meminta saya menunggu sebentar.
Dia mengaktifkan telepon genggamnya lalu menelepon seseorang.
Selesai menelepon, dia menyuruh saya masuk.
Lagi-lagi dia mengarahkan saya menggunakan gestur tangan.
Saya ikuti saja arahannya.
Di tengah barisan kereta, saya bertemu seorang perempuan yang terlihat lebih tua dari perempuan yang ada di pos.
Perempuan ini menyapa saya menggunakan bahasa Rusia.
Baca: Gara-gara Suka Bola dan Traveling, Andre Bikin Trip ke Piala Dunia 2018
Saya membalas sapaannya menggunakan bahasa Inggris.
Saya lalu menanyakan berapa tarif tiket.
Dia menjawab pakai bahasa Rusia lagi.
Saya jadi bingung sampai saya bertanya, "Free?"
"Da, da, da," jawab dia sambil menggunakan tangan mempersilakan saya melihat-lihat koleksi di museum ini.
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, "da" adalah "iya".
Dia sempat menemani saya sambil berbicara menggunakan bahasa Rusia.
Saya memutuskan menggunakan aplikasi Yandex Translater agar bisa memahami percakapannya.
Saya tunjukkan telepon pintar saya dan aplikasi itu.
Saya minta dia berbicara ke telepon pintar saya setelah menekan gambar mikrofon.
Baca: Kagum Budaya Baca Orang Rusia
Dia tetap tidak mengerti.
Butuh proses yang memakan waktu beberapa menit sampai akhirnya dia mengerti maksud saya.
Saya selalu mengarahkan telepon pintar saya setiap kali dia berbicara.
Perempuan ini bernama Valentina.
Dari perawakannya dia terlihat sudah berusia di atas 60 tahun.
Dia harus mengenakan kacamatanya untuk membaca tulisan-tulisan di Yandex Translater.
"Kamu dari mana," tanya Valentina.
Dia cukup terkejut setelah tahu asal saya.
Dia kemudian bertanya apakah saya ke Nizhny Novgorod untuk Piala Dunia 2018 atau tidak.
Tentu saya jawab iya.
Baca: Ketika Urusan Buang Hajat Begitu Mahal
"Indonesia ikut Piala Dunia atau tidak," tanya Valentina lagi.
Tertawalah saya karena pertanyaan itu.
"Kami senang bisa menyambutmu di museum kami dan semoga kamu kembali ke sini. Kami selalu senang menyambut tamu-tamu kami," kata Valentina saat saya pamit.
Keramahan Valentina mencerminkan sikap masyarakat Nizhny Novgorod pada umumnya yang berbeda dari masyarakat Moskow.
Masyarakat di sini lebih ramah daripada masyarakat Moskow, meski kota ini pernah tertutup bagi orang asing di era Uni Soviet.
Kemampuan berbahasa Inggris masyarakatnya hanya masalah kecil bagi Nizhny Novgorod.
Kota ini bisa dibilang sukses sebagai kota penyelenggara Piala Dunia 2018.
Baca: Stasiun Metro Komsomolskaya: Sebuah Masterpiece
Nizhny Novgorod memiliki sistem alat transportasi yang bisa membawa para penonton ke Stadion Nizhny Novgorod.
Meski hanya punya dua jalur Metro, Nizhny Novgorod juga memiliki moda transportasi bus untuk membawa para penggila sepak bola ke stadion dan Fan Fest yang terletak di Kremlin.
Papan penunjuk arah tempat-tempat terkait Piala Dunia 2018 mudah ditemukan di pusat kota. (*)